Amal Khair Yasmin

Segala Hal, Tanda Cinta

Segala Hal, Tanda Cinta

Oleh :Haidar Bagir

Alkisah, seorang petani memiliki kuda yang sangat bagus.Seorang hartawan sangat ingin membeli kuda itu.Harganya tak tanggung – tanggung, 50 ribu dirham. Akan tetapi, sang petani dengan sopan menolak karena dia pun menyukai kuda tersebut. Banyak orang menyesali sang petani yang tak menukar kudanya dengan uang sebegitu besar. Tak dinyana, tak diduga, suatu hari hilanglah kuda si petani.Maka, orangpun mulai menyalahkannya. “Mau dibeli sebegitu mahal tak boleh, sekarang kuda pun raib.” Rugi besar dia. Mendengar itu, sang petani berkata, “Yang aku tahu kudaku hilang, tetapi aku tak tahu apakah aku menjadi rugi karenanya.” Dia memilih bersabar.

Kenyataannya, beberapa hari kemudian kuda itu kembali, sambil membawa bersamanya puluhan kuda liar yang bagus – bagus.Sang petani bersyukur.Namun, sekali lagi cobaan menimpanya. Karena sesuatu hal, suatu hari kuda tersebut mengamuk dan menendang kaki anaknya yang belia, sehingga kaki sang anak cacat. Sekali lagi orang –orang menyalahkan si petani.“Coba saja kuda itu dijual, kau akan dapat uang banyak, dan anakmu tak akan cacat.” Lagi – lagi si petani menjawab, “Ya, anakku memang cacat, tetapi aku tak tahu apakah itu mrugikanku.” Sekali lagi si petani memilih bersabar.

Tak lama setelah itu, datanglah serombongan tentara suruhan raja untuk merekrut anak- anak muda menjadi tentara yang akan dikirim ke medan perang melawan musuh. Anak si petani tak jadi direkrut karena kakinya cacat. Terbukti belakangan, banyak anak muda yang dikirim ke medan perang menjadi korban jiwa. Maka, sekali lagi, si petani pun bersyukur.

 
 

Memang dari tuhan yang Maha Pengasih, tidak ada yang terpancar darinya, kecuali kebaikan.Bahkan hal – hal yang tampaknya buruk sesungguhnya ada demi terciptanya suatu kebaikan yang lebih besar, yakni dalam rangka mewujudkan kasih – Nya atas alam semesta. Sekali lagi, yang terlihat sebagai murka – Nya dalam kenyataan adalah wajah lain dari rahmat – Nya. Dalam sebuah hadis, Rasul Saw. bersabda, “Jika Allah mencintai seorang hamba maka Dia akan mengujinya.”

Sebelum yang lain – lain, Allah sendiri menyatakan bahwa alam semesta dan manusia diciptakan dalam komposisi atau bentuk terbaik, bahwa segala sesuatu dari – Nya adalah baik, dan bahwa segala sesuatuyang buruk sebenarnya buatan manusia atau, lebih tepatnya, distorsi atau korupsi kebaikan ilahi.

Sesungguhnya, Kami menciptakan manusia dalam bentuk terbaik… (Qs Al-Tin[95] : 4)

…dan (Terpujilah) Dia yang menciptakan tujuh langit penuh harmoni dengan satu sama lain, tidak ada kesalahan yang akan kamu lihat dalam penciptaan Yang Maha Pemurah. Dan palingkanlah penglihatan kamu (atasnya) sekali lagi: dapatkah kamu lihat caca tapa pun? Ya, palingkanlah penglihatan kamu (atasnya) lagi dan lagi : (dan setiap kali itu) penglihatan kamu akan kembali kepadamu, benar – benar terpesona dan tertundukan… (QS Al – Mulk [67] : 3-4)

Tuhan tidak akan dengan cara apapun menzalimi manusia, tetapi manusialah yang menzalimi diri mereka sendiri dengan melakukan tindakan – tindakan yang merugikan diri mereka sendiri dan dunia.

Apa pun yang baik terjadi pada kamu adalah dari Allah, dan apa pun bencana yang menimpa kamu adalah dari dirimu sendiri. (QS Al – Nisa [4] :79)

Sesungguhnya Allah tidak akan menzalimi manusia, tetapi manusialah yang menzalimi diri sendiri (QS Yunus [10]: 44)

Dalam ayat lain Allah Swt. dengan jelas berfirman :

…Tuhan tidak pernah akan merusak (kebaikan ) yang Dia telah berikan kepada sekelompok orang, kecuali mereka sendiri merusak apa yang ada dalam diri mereka sendiri. (Qs Al –Anfal [8]: 53)

                Sesungguhnya cobaan adalah cara Allah untuk mengetahui tingkat (maqam) manusia dalam keimanan dan menjadikannya siap memasuki surga, sebagaimana antara lain Dia ungkapkan dalam firman – Nya :

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datag kepadamu (cobaan) sebagai mana halnya orang – orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh kesulitan dan kesempitan, serta digoncangkan (dengan bermacam – macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang – orang yang beriman bersamanya, “Bilakah datangnya pertolongan Allah.”Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.(QS Al – Baqarah[2] : 214).

                Dalam sebuah hadis qudsi, Allah bahkan pernah berfirman :

“Jika aku mencintai seseorang hamba maka Aku turunkan ujian (kesulitan dan kesempitan) kepadanya, agar ia memohon kepada – Ku (agar ujian itu diangkat darinya. Dan dengan cara ini dia mendekat kepada – Ku).

Jadi, sekali lagi, seperti diungkapkan dalam hadis yang dikutip di awal tulisan ini, sesungguhnya ujian tak lain adalah tanda cinta – Nya.

Kiranya inilah, seperti terungkap di beberapa tempat dalam Al – Quran, yang Allah maksudkan ketika menyatakan bahwa betapa pun cobaan dan kesulitan di permukaan tampak tidak menyenangkan, sesungguhnya di dalamya ada hikmah, bagi manusia yang tertimpa cobaan itu.

Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu. Padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengethaui (QS Al- Baqarah[2]: 216).

Yang pasti, seperti tampak dalam ayat sebelumnya, Allah akan memberikan pertolongan di saat – saat yang tepat, apalagi Dia sendiri sudah berjanji :

Allah tidak membebani seseorang itu, melainkan sesuai dengan kesanggupannya.(QS Al –Baqarah [2]: 286)

Sebaliknya, Allah menjanjikan kebaikan bagi orang – orang yang sabar dalam menerima cobaan :

Dan sesungguhnya Kami berikan cobaan kepadamu denga ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah – buahan.Dan berikanlah berita gembira kepada orang – orang sabar. Yaitu mereka yang apabila tertimpa musibah mengucapkan, “Kami berasal dari Allah dan akan kembali kepada – Nya” (QS Al-Baqarah [2] : 155 – 156).

Berita gembira itu, tak lain dan tak bukan, adalah makin dekatnya perjalanan kembali kita kepada – Nya.

Pada analisis lebih jauh, bahkan sesungguhnya Allah tak menciptakan neraka sebagai tempat penyiksaan yang didalamnya orang – orang yang berdosa mendapatkan hukuman pembalasan.Sesungguhnya semua kesulitan yang ditimpakan di neraka sebagai cobaan (bala’) yang berfungsi bagi peningkatan kualitas seorang manusia di alam setelah kiamat tiba.Dan, mengingat semua yang datang dari Allah SWT.adalah kebaikan maka hanya orang – orang yang jiwanya kotor sajalah yang akan gagal melihat kebaikan ini. Oleh karena itu, jadilah kebaikan itu terasa sebagai siksa.

Dengan kata lain, manusia sendiri yang menciptakan siksa bagi dirinya sendiri.Yakni, manusia yang memiliki jiwa yang sakit atau kotor, akibat keburukan hidupnya di dunia, gagal mengapresiasi kebaikan cobaan sebagai pembersihan jiwa ini. Sama halnya dengan udara panas bagi orang yang tempramen tubuhnya dingin, udara panas justru akan menghangatkan. Dalam kaitan ini, perlu dipahami bahwa kata “siksa atau siksaan” adalah terjemahan dari kata ‘adzab dalam bahasa Arab. Kata lain ini berasal dari akar kata ‘a-dz-b. Dari akar kata yang sama bisa dibentuk juga kata ‘adzb , yang justru berarti “manis”,dengan kata lain sesuatu yang baik.

Bagaimana pun , fenomena neraka tetap berada dalam kerangka kasih sayang Allah. Bukankah Allah sendiri berfirman, “ Kasih sayang-Ku meliputi segala sesuatu. “ maka , neraka pun tak terkecualikan darinya . Azab dineraka , sebagaimana juga azab di barzakh- bahkan juga cobaan (bala’) di dunia- tak lain adalah purgatorio ( tempat penyucian). Yakni, tempat kotoran jiwa dibersihkan. Agar pada akhirnya manusia kembali siap mempersepsi surga apa adanya. Yakni, sebagai sumber kenikmatan. Masuk kedalamnya, kembali kepada-Nya.

Memang, sebagian dari kaum arif, azab dineraka tidaklah abadi. Pertama, sebagian ahli menerjemahkan kata abada dalam sebagai ayat Al-Quran yang menyebut hal ini, bukan sebagai ayat Al-Quran yang menyebut hal ini, bukan sebagai bermakna abadi, melainkan “ berabad-abad”. Betapa pun terasa lama , ia ada batasnya. Kalau pun ia berarti abadi maka  antara lain, menurut Ibn’Arabi yang badi adalah nerakanya, bukan siksanya. Kata ganti ha dalam ungkapan khalidina fi ha abada (kekal abadi di dalamnya) adalah kembali kepada kata neraka ( nar , yang memang merupakan kata benda yang bersifat feminin), bukan ‘azab (adzab, yang mengambil bentuk kata benda maskulin). Dengan kata lain , kata khalidina fiha abada mesti diterjemahkan sebagai “(mereka) berada dinereaka secara kekal abadi “, dan bukan “ mereka berada dalam azab secara kekal abadi “. Ada saatnya neraka akan kehilangan sifat membakarnya , persis seperti hilangannya sifat mebakar dan menyiksa dalam kasus Nabi Ibrahim a.s.

Bahkan ,bukan tidak ada pendapat yang menyatakana bahwa kelak Allah tak jadi melaksanakan janjinya untuk  menyiksa manusia. Karena, bukankah Allah sendiri menyatakan :

Dan balasan suatu kejahatan adalah  kejahatan yang setimpal , tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik ( kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah… (QS Al-Syura [42]:40)

Bagi yang berpendapat seperti ini, jika Allah memerintahkan sikap pemaaf seperti ini kepada manusia mungkinkah Dia sendiri tak melakukannya ? Wal-lah a’lam bish-shawab .[]

Sumber : Buku Islam RisalahCintadan Kebahagiaan