Amal Khair Yasmin

Anies Baswedan dan Sekolah Gratis Di Indonesia

Berada di pelosok desa yang dihuni orang-orang miskin, kehadiran sekolah gratis membuncahkan harapan. Apalagi sekolah gatis itu berkualitas prima. Itulah yang dirasakan Muhamad Agil Maulana, alumni SMA Informatika Utama – sekolah menengah tehnik informatika – yang dikelola Yayasan Amal Khair Yasmin di Desa Limo, Cinere, Depok.

Agil yang sekolah gratis di SMAI Utama itu kini sudah bekerja di sebuah perusahaan dan tengah melanjutkan kuliah di jurusan teknologi informatika di salah satu Universitas Swasta di Depok. Kalau sudah lulus dan gajinya besar, Agil bertekad akan menghajikan kedua orang tuanya. Keberhasilan Agil telah dirasakan oleh orang tuanya. Rumahnya yang kumuh dengan dinding bambu dan lantai tanah, kini telah dibangun dengan tembok dan berlantai keramik. Ia juga berjanji akan membantu adik-adik kelasnya di SMI agar bisa sekolah dengan tenang dan nyaman.

Agil adalah contoh kongkrit bagaimana pendidikan mampu mengangkat derajat seseorang dari lembah kemiskinan. Dari seorang Agil, kesuksesan itu akan merambat ke mana-mana. Kepada keluarganya, kepada tetangganya (yang terinspirasi kesuksesan Agil), kepada adik-adik kelasnya, dan kepada bangsanya. Ibarat sebuah pohon, contoh keberhasilan Agil akan tumbuh berkembang dan beranak-pinak di masyarakat. Itulah sebabnya, Mendikbud Dr. Anies Baswedan dalam sambutannya pada acara Workshop Sekolah Gratis Berkualitas yang diselenggarakan Yayasan Amal Khair Yasmin di Jakarta, Jumat awal Ramadhan lalu menyatakan sekolah gratis ini seharusnya menjadi tanggung jawab konstitusional negara.

Negara, secara garis besar sesuai amanat Undang-undang, memang telah menggratis sekolah mulai SD sampai SLTA. Tapi kenyataan di lapangan, jauh panggang dari api. Ini bukan soal negara tak menjalankan amanah UU, tapi negara belum sanggup menjalankannya karena bebannya yang amat besar. Membangun sekolah gratis adalah tugas mulia, kata Mendiknas, karena itu Pemerintah sangat mengpresiasinya. Mendiknas berharap sekolah gratis ini dikembangkan sehingga mempunyai jaringan luas dan dapat memeratakan pendidikan di tanah air.

Pendidikan adalah problem utama bangsa Indonesia. Dari tahun ke tahun problem ini muncul, tidak hanya soal kekurangan anggaran – tapi juga problem kurikulum dan metode ajar-mengajar. Pada ujian nasional belum lama ini, misalnya, terindikasi tingkat kejujuran siswa dalam menjawab soal-soal ujian dinilai masih rendah. Masalah ini pun jadi problem pendidikan karena dampaknya akan sangat terasa jika anak didik itu mulai masuk ke dalam lingkungan kerja. Kejujuran adalah cermin integritas pendidikan. Jika tidak, hasilnya percuma. Semakin orang pandai, semakin tidak jujur, dan semakin membahayakan negara. Korupsi dan manipulasi berasal dari sini!

Dalam konteks inilah, Yasmin mencoba mengembangkan sekolah gratis dengan membangun integritas. Tak ada pelajaran korupsi dan tak akan ada benih-benih korupsi di sekolah gratis yang dibangun Yasmin karena semuanya dilakukan secara transparan – kata Dr. Haidar Bagir, pendiri Yasmin. Amal Khair Yasmin yang berdiri sejak 1998 kini memiliki beberapa badan usaha untuk pendanaan dengan beragam kategori, semisal jual beli atau perdagangan, wakaf, dan donasi barang bekas.

Melihat banyaknya orang miskin yang belum tertampung di sekolah berkualitas dan gratis, maka seyognyanya kita berpikir jauh ke depan. Bangsa ini tak akan maju jika orang-orang yang paling bawah tidak diberi kesempatan untuk berada di atas. Kenapa? Karena hanya orang yang pernah berada di bawahlah yang bisa merasakan “derita nestapa” ketika berada di atas. Dan cita-cita Agil untuk membantu adik-adik kelasnya adalah contoh, bagaimana seseorang yang pernah berada di bawah bercita-cita. Sekolah gratis berkualitas adalah solusi untuk memenuhi cita-cita Agil!

Bagi umat Islam, dengan lembaga zakatnya, apa yang dicita-citakan Agil jelas bukan mustahil. Dengan potensi perolehan zakat dari umat Islam sebesar Rp 270 Triliun, sekolah gratis berkualitas niscaya bisa dibangun di mana-mana di seluruh pelosok Indonesia. Sayangnya, perolehan zakat tersebut hanya 10% dari potensinya. Jika demikian, di pundak siapakah sekolah gratis berkualitas harus dipertanggungjawabkan? Jawabnya: Umat Islam. Itulah tanggungjawab umat Islam Indonesia. Maju mundurnya Indonesia berada di tangan umat Islam. (ss)