Amal Khair Yasmin

Ayo Bangun Infrastruktur Pendidikan

Tahun baru, idealnya segalanya serba baru. Pemikiran baru, gagasan baru, dan wajah baru. Mungkinkah kebaruan itu menyentuh pendidikan di tanah air?

Setahun pemerintahan Jokowi, tampaknya belum ada greget pembaruan pendidikan nasional. Yang ada baru pembangunan infrastruktur ekonomi besar-besaran. Di Papua, dua hari lalu, Jokowi berjanji akan membangun jalan raya Trans Papua 800 km mulai tahun depan. Luar biasa. Di Sorong, Jokowi meresmikan pabrik tepung sagu dengan kapasitas 300.000 ton pertahun. Sebelumnya, di Sulawesi dan Kalimantan Jokowi meresmikan pembangunan rel kereta api. Di Jawa dan Sumatera, pembangunan rel kereta api, jalan raya, tol, dan pelabuhan lebih terasa lagi. Pembangunan bandara, waduk, dan pembangkit listrik terlihat di mana-mana. Hebat!

Pertanyaannya: kapan Jokowi membangun sekolah – dari tingkat TK sampai universitas bermutu untuk masyarakat terpencil seperti di Papua dan Kalimantan? Sejauh ini, pemerintah Jokowi bekerja keras membangun infrastruktur di mana-mana, khususnya di luar Jawa. Tapi ada yang terlupa: infrastruktur pendidikan terabaikan.

Tidak usah jauh-jauh. Di pelosok Sukabumi, bahkan Depok yang jaraknya tak jauh dari Jakarta, banyak gedung sekolah yang rusak dan hancur. Di kampung Caringin, Kecamatan Tegalbuleud, Sukabumi, misalnya, SD negeri hanya mempunyai satu ruang kelas dengan satu guru negeri. Itu di Jawa Barat, provinsi terdekat dengan Jakarta. Bagaimana di desa-desa terpencil di provinsi yang jauh dari Jakarta seperti di Papua Timur, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan Kalimantan Utara? Sungguh tak terbayangkan!

Pembangunan infrastruktur untuk peningkatan ekonomi memang penting. Tapi pembangunan infrastruktur untuk peningkatan sumberdaya manusia (SDM) jauh lebih penting. Pendidikan adalah infrastruktur untuk pembangunan SDM tersebut.

Bung Karno dulu pernah bercita-cita ingin membangun KTI (Kawasan Timur Indonesia) sebagai pusat pendidikan maritim. Pusatnya di Maluku. Kenapa? Pertama, Maluku dekat dengan Laut Arafuru yang terletakk antara Papua dan Australia. Laut Arafuru terkenal sebagai kawasan laut yang paling banyak ikannya di dunia. Kedua, Indonesia adalah negeri bahari, di mana 75% wilayahnya adalah lautan. Ketiga, bangsa Indonesia harus bermental “pelaut” dan menguasai laut dalam arti yang sebenar-benarnya. Mental pelaut adalah berani, demokratis, cermat, dan berani berinovasi. Menurut Bung Karno, di Maluku nanti dibangun universitas modern yang berbasis ilmu dan teknologi kemaritiman. Ada pendidikan kelautan, industri perikanan, galangan kapal, laboratorium bioteknologi kelautan, dan lain-lain. Jika itu tercapai, Indonesia akan menjadi negeri maritim yang kuat dan modern. Apa faktanya sekarang? Tak ada! Alangkah baiknya jika Jokowi meneruskan cita-cita Bung Karno tersebut.

Saat ini, di tengah gencarnya pembangunan infrastruktur ekonomi, pemerintah seharusnya gencar pula membangun infrastruktur pendidikan. Selama ini, rakyat Indonesia menganggap bahwa pendidikan yang berkualitas adanya di Pulau Jawa. Coba seandainya di Maluku ada pendidikan kelautan terbaik di Indonesia, lalu di Papua ada pendidikan bioteknologi terbaik di Asia Tenggara, dan di Kalimantan ada pendidikan teknologi kehutanan dan perkebunan terbaik di Asia – niscaya Indonesia akan jadi pusat perhatian dunia pendidikan. Kenapa? Ketiga pendidikan terbaik tersebut sudah berada di lolaksi yang tepat dengan infrastruktur alami yang tepat. Maluku kaya akan ikan, Papua kaya akan biodiversitas, Kalimantan kaya akan hutan! Jika ini direalisasikan, niscaya konsentrasi penduduk, terutama kaum muda tidak hanya di Jawa. Tapi tersebar di pulau-pulau lain. Apalagi di tiap pulau di Indonesia, masing-masing punya kekayaan alam yang khas yang mendukung lembaga pendidikan tersebut.

Sejarah kemajuan bangsa-bangsa di dunia berjalan sesuai kemajuan pendidikannya. Indonesia saat ini, pendidikannya masih tertinggal, bahkan untuk kawasan Asia Tenggara. Jadi alangkah baiknya jika di tahun 2016 ini, bukan hanya infrastruktur ekonomi yang dibangun besar-besaran, tapi juga infrastruktur SDM – yaitu pendidikan.

Cobalah tengok negara-negara maju bagaimana membangun infrastruktur pendidikan besar-besaran. Di Amerika, misalnya, banyak sekali universitas-universitas berkulitas yang lokasinya di kota kecil di daerah terpencil. Ambil contoh di Hawai – sebelumnya hanya pulau kecil untuk wisata – ada universitas besar Hawai University. Di Australia, misalnya, ada Wollongong University – perguruan tinggi yang lokasinya di kota kecil dengan penduduk hanya ribuan jiwa. Ini sekadar contoh, bagaimana meratakan pembangunan pendidikan yang berakibat meratakan pembangunan ekonomi dan ilmu pengetahuan. Sekarang bayangkan jika Sorong ada Institut Bioteknologi yang laboratorium dan pengajarnya terbaik di Indonesia. Atau, di Kepulauan Aru ada institut tekonologi perikanan samudera. So, mumpung belum ketinggalan, ayo bangun infrastruktur pendidikan besar-besaran!

Ingat kata-kata Kaisar Hirohito waktu Jepang baru saja dibom atom. “Ayo kumpulkan guru, kita bangun pendidikan yang hebat.” Hanya dalam waktu 30 tahun, Jepang pun bisa menyusul kemajuan Amerika yang mengebomnya. ss