Amal Khair Yasmin

Liburan dan Wisata Pendidikan Sejarah

Mau kemana liburan akhir tahun? Mungkin ada baiknya jika anak-anak diajak mengunjungi situs-situs sejarah. Dengan melihat situs-situs sejarah, anak-anak akan memahami perjalanan bangsanya.

Tidak mudah kita memahami perjalanan bangsa dengan benar. Sebab, sepanjang sejarah, banyak terjadi manipulasi fakta-fakta historis. Apalagi bangsa Indonesia pernah dijajah oleh Belanda selama ratusan tahun. Sangat mungkin penjajah memanipulasi sejarah untuk menghilangkan kebanggaan masa lalu. Kenapa? Karena masa lalu bisa menjadi landasan nasionalisme.

Siapa saja nenek moyang bangsa Indonesia? Siapa saja raja-raja Indonesia? Apa agama mereka dan dari mana asal usul mereka? Jawaban yang benar untuk pertanyaan tersebut amat penting untuk memupuk rasa nasionalisme dan kebangsaan.

Kembali kepada fakta sejarah di Indonesia. Benarkah ada manipulasi sejarah Indonesia oleh Belanda untuk mengaburkan asal-usul dan identitas bangsa Indonesia?

Dalam pelajaran sejarah di SD, misalnya, Pattimura – pahlawan asal Maluku – digambarkan sebagai seorang Kristen. Patih Gajah Mada yang terkenal itu, disebutkan beragama Hindu. Prabu Siliwangi, juga disebut-sebut beragama Sunda Wiwitan. Ini sekadar contoh, bagaimana sejarah memanipulasi para pahlawan dan nenek moyang kita sehingga manipulasi itu seakan-akan menjadi fakta sejarah karena menjadi bahan ajar sejarah nasional Indonesia.

Kita bahas Pattimura. Benarkah Pattimura seorang Kristiani? Bagi sebagian orang, Pattimura dianggap orang Kristen. Versi Pattimura orang Kristen inilah yang sekarang masuk dalam pelajaran sejarah nasional di sekolah-sekolah. Sedang versi Pattmura sebagai orang Islam, saat ini masih dianggap mengada-ada dan ditolak.

Pattimura, lahir di Saparua. Ia adalah putra Frans Matulesi dengan Fransina Silahoi. Dalam buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis, “Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di negeri yang terletak di Seram Selatan. Patimura, konon, tidak pernah menikah sehingga tak punya keturunan. Dari keluarga Pattimura, yang punya keturunan adalah saudaranya, Johannis Matulessy sehingga marga Matulessy masih tetap ada sampai sekarang. Keluarga dan ahli waris Johannis beragama Kristen Protestan.

Tapi jangan lupa, tak sedikit orang Maluku yang mengaggap Pattimura adalah muslim. Menurut versi Islam, Kapitan Pattimura lahir di Hualoy, Seram selatan, wilayah Islam, pada tahun 1783. Nama aslinya adalah Ahmad Pattimura Lussy. Beliau merupakan bangsawan dari kerajaan Islam Suhulau. Nama panggilan sehari-harinya adalah Mat lussy. Menurut sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara, Pattimura adalah seorang Muslim yang taat. Selain keturunan bangsawan, ia juga seorang ulama. Data sejarah menyebutkan pada masa itu pemimpin perang adalah seorang bangsawan atau ulama. Pada saat itu, kerajaan-kerajaan di Maluku mayoritas memeluk agama Islam. Fakta sejarah menunjukkan, Marga Pattimura juga mayoritas beragama Islam. Adapun Matulessy, konon, bukan nama marga, melainkan nama lain dari Ahmad lussy (Mat lussy )

Kita tahu, penjajah Portugis, Belanda dan Inggris beragama Kristen. Dan mereka ingin menyebarkan kepercayaan mereka kepada orang Maluku. Logikanya, jika mayoritas warga Maluku beragama Kristen, pastilah mereka tidak melakukan perlawanan. Tapi karena beragama Islam, mereka melakukan perlawanan sengit.

Lebih jauh lagi, siapa Gajah Mada? Selama ini, Maha Patih Kerajaan Majapahit yang mengumandangkan Sumpah Palapa itu dalam buku sejarah disebut sebagai seorang Hindu dari kerajaan Hindu Majapahit. Tapi belakangan, ditemukan fakta yang membelalakkan mata: ternyata pada koin mata uang Kerajaan Majapahit bertuliskan lafad kalimat tauhid dalam bahasa Arab (Laa Ilaaha Illalah). Herman Sinung Janutama, penulis buku “Kesultanan Majapahit, Fakta yang Tersembunyi” menyatakan bahwa Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Islam yang bernama Kesultanan Majapahit. Tentu saja, Gajah Mada adalah seorang muslim yang bernama Gaj Ahmada. Sumpah Palapa itu sendiri muncul karena inspirasi dari ilmu pengetahuan astronomi yang telah berkembang dalam Islam. Fakta Islamnya Kerajaan Majapahit ini tentu saja mengejutkan karena konvensi sejarah nasional selama ini menyatakan Majapahit adalah kerajaan Hindu.

Begitu pula tentang Prabu Siliwangi. Mitos-mitos tentang kesaktian Prabu Siliwangi dalam sejarah selama ini dikaitkan dengan agama lokal (Sunda Wiwitan). Padahal, berdasarkan penemuan sejarah, Prabu Siliwangi, Raja Kerajaan Pakuan Pajajaran adalah beragama Islam. Salah seorang gurunya, Syekh Quro (Syekh Hasanuddin bin Yusuf bani Al-Husain cucu Nabi Saw. ) dikenal sebagai ulama yang menyebarkan Islam di Kerawang.

Fakta baru tentang Pattimura, Gajah Mada, dan Prabu Silwangi adalah sekadar contoh bagaimana manipulasi sejarah terjadi karena sentimen penjajah untuk memburamkan Islam di Indonesia. Generasi muda Islam harusnya tertantang untuk meluruskan sejarah Indonesia yang telah dimanipulasi tersebut.

Nah, mumpung liburan, ada baiknya kita mengajak anak-anak berwisata ke situs-situs sejarah sambil memberikan perspektif keislaman pada sejarah nasional. Jika anak-anak tertarik, niscaya akan tumbuh perhatiannya terhadap sejarah, di mana kelak mereka akan menjadi ilmuwan yang bisa meluruskan sejarah yang menyimpang tersebut. Penggelapan sejarah itu sampai sekarang masih terjadi dan jumlahnya banyak sekali. Ini semua tantangan untuk generasi muda, bagaimana meluruskannya. SS