Amal Khair Yasmin

Mengajarkan Silahturahmi Pada Anak

Abu Ayub al-Anshari menuturkan, ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW., “Ya Rasulullah SAW, beritahukan kepadaku perbuatan yang dapat memasukkan aku ke surga.”  Rasul SAW. menjawab:

Engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukan Dia dengan sesuatupun, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan menyambung silaturahmi. (HR. al-Bukhari, Muslim, an-Nasa’i dan Ahmad).

Imam an-Nawawi menjelaskan silaturahmi adalah berbuat baik kepada kerabat sesuai kondisi bisa dengan harta, dengan bantuan, dengan berkunjung, mengucap salam dan sebagainya.

Ibn Abi Jamrah, menerangkan bahwa silaturahmi bisa dilakukan dengan harta, dengan menolong untuk memenuhi keperluan, dengan menghilangkan kesulitan, dengan muka berseri-seri (ceria) dan doa. Pengertian yang bersifat menyeluruh adalah menyampaikan kebaikan yang mungkin disampaikan dan menghilangkan keburukan yang mungkin dihilangkan, sesuai dengan kesanggupan. (Fath al-Bari, Ibn Hajar Al-Atsqolani).

Jadi silaturahmi itu bisa dilakukan dengan berbagai macam cara dan sarana. Di antaranya berkunjung dalam berbagai kesempatan, memperhatikan kondisi sesama, membantu sesama, memberi hadiah dalam berbagai kesempatan, membela kerabat dan anak-anak mereka, memaafkan berbagai kesalahan atau kekhilafan meski banyak, memenuhi kebutuhan mereka, dan sebagainya.  Bisa juga silaturahmi itu dijaga dengan memelihara kontak dan komunikasi.

Silaturahmi merupakan ajaran penting dalam Islam. Anak-anak yang bahagia dan tumbuh dengan baik tidak lepas dari keluarga yang selalu mendukung, keluarga yang hangat dan saling menjalin silaturahmi. Karena itu sangat penting mengajarkan makna dan praktik silaturahmi kepada anak-anak kita.

Mengunjungi Kerabat

Budaya paling umum dalam praktik silaturahmi adalah mengunjungi kerabat, mengunjungi saudara. Ajaklah ananda mengunjungi kerabatnya. Bukan sekedar kunjungan ringan, tetapi ajarkan untuk menjalin komunikasi yang hangat: anak dengan anak dan orangtua berdiskusi dengan orangtua. Prioritaskan kunjungan untuk keluarga yang sedang ditimpa kesulitan hidup. Ajarkan untuk berempati dan memberi berbagai dukungan dalam kesulitan tersebut, bahkan penting melibatkan anak untuk bertanya kondisi kerabat melalui telepon.

Silaturahmi pada Orang Miskin

Wasiat Rasulullah SAW kepada sahabatnya, Abu Dzar Al Ghifari  adalah agar : pertama, engkau mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka dan kedua, Rasulullah SAW memerintahkan agar aku menyambung tali silaturahmiku meskipun mereka berlaku kasar kepadaku.

Orang tua yang mengajak anaknya untuk mempererat tali silaturahmi kepada orang orang miskin dan anak-anak yatim, maka anak  akan memahami dan mengerti bagaimana susahnya menjadi orang miskin. Mereka tidak hanya tahu dalam arti teori, betapa sulitnya menjadi orang miskin, tetapi juga dalam arti yang sesungguhnya, bagaimanakah jadi orang miskin? Apabila hal ini betul-betul diketahui, diamati dalam keseharian, maka orang tua tersebut akan membentuk jiwa anaknya menjadi anak yang penuh kasih pada orang lain.

Pembelajaran ini bahkan menjadi program unggulan di beberapa sekolah internasional. Bagaimana sekolah mengajarkan silaturahmi bagi murid-muridnya dengan ‘hidup’ di tengah orang-orang miskin. Tidur bersama mereka dan beraktivitas ‘menjadi’ mereka.

Tidak hanya kunjungan sesaat, ajaklah anak-anak menjadi saudara bagi anak-anak yatim. Berikan beasiswa, perhatian dan jalinan komunikasi yang hangat. Lalu perhatikan juga agar anak-anak belajar memberikan solusi bagi anak-anak miskin yang kesulitan tersebut. Dengan catatan tidak merusak dengan menjadi peminta dan tergantung dengan pemberian kita.

Atas upaya berkesinambungan tersebut dalam diri anak akan terbentuk jiwa yang penuh keikhlasan dan rasa syukur atas kenikmatan hidup yang melimpah, dan karunia dari Allah tersebut mampu memberi makna dan kebahagiaan bagi orang lain yang kekurangan.

Silaturahmi juga akan membentuk jiwa anak yang sabar, lemah lembut, menyayangi mereka yang menderita dan berupaya untuk menolongnya. Sehingga pada akhirnya, anak anak akan mampu menyambung kehangatan silaturahmi dengan siapapun, bahkan pada orang lain yang berbuat jahat kepadanya. Dan itulah sebaik-baik silaturahmi. Bukankah Rasulullah SAW adalah orang yang pertama kali bersilaturahmi dan mendoakan pada seseorang yang jatuh sakit, padahal orang tersebut setiap hari melempari Rasulullah dengan kotoran? Dan inilah inti keluhuran Islam sebagai agama kasih sayang (ar-rahmah).

Dalam makna tentang intisari agama, Syaikh Yusuf Al-Makassari menjelaskan : Agama adalah mengenal Allah (ma’rifatullah), mengenal Allah adalah berlaku dengan akhlak (yang baik). Akhlak (yang baik) adalah menghubungkan tali kasih sayang (silaturahmi). Dan silaturahim adalah memasukkan rasa bahagia di hati sesama kita.Wallahu a’lam bi ash-shawab.