Amal Khair Yasmin

Merajut Cinta Untuk Anak-Anak Istimewa

“Alhamdulilah, atap yang bocor sudah diperbaiki. Mudah-mudahan bisa awet,” kata Nurjainah, sambil menunjuk bekas aliran air hujan di atap plafon. Atap bocor karena hujan memang akhir-akhir ini membuat Nurjainah khawatir, apalagi musim penghujan belum ada tanda-tanda mau berakhir. “Kami baru pindah ke sini sekitar enam bulan yang lalu. Dan sampai saat ini masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki,” imbuhnya.

Sebagai koordinator Pusat Terapi Autis Yasmin, Nurjainah kerap khawatir ketika masa sewa tempat terapi akan berakhir. Mencari tempat baru bukanlah hal yang mudah. Selain tempatnya memadai untuk belajar siswa, juga harus mudah diakses oleh siswa. Enam bulan yang lalu diputuskan pindah tempat karena beberapa kendala, diantaranya karena sanitasi yang bermasalah. “Pindah tempat juga butuh banyak tenaga. Terutama ketika memindahkan alat belajar dan mendesain tempat baru,” jelas Nurjainah.

Oase Kaum Papa

Pusat Terapi Autis Yasmin dibuka mulai tahun 2005 melayani anak berkebutuhan khusus (special needs) dari keluarga tidak mampu. Lembaga ini didirikan bertujuan untuk menjembatani kebutuhan tempat terapi gratis bagi anak autis dan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dari keluarga tidak mampu. Pada tahun ajaran ini siswa yang belajar di Terapi Autis Yasmin ada 34 anak.

Keberadaan tempat terapi gratis sangat dibutuhkan bagi keluarga ekonomi lemah yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Bagi keluarga dengan finansial terbatas, memiliki anak penyandang autis bukanlah persoalan yang mudah –meskipun bagi keluarga berada, memiliki buah hati dengan autisma juga selalu menjadi pilihan yang sulit. Akan tetapi, biasanya, bagi keluarga berada dan terdidik ketika buah hatinya mengalami gangguan tumbuh kembang bisa mendeteksi sedini mungkin. Selanjutnya, orangtuanya bisa memilih tempat terapi yang diinginkan meskipun dengan biaya selangit.

Keadaannya menjadi terbalik jika yang mengalami keluarga miskin. Anak ABK dari keluarga miskin rentan terhadap kekerasan dan diskriminasi karena faktor penerimaan orangtua, keluarga dan lingkungan.

Pada beberapa kasus, dijumpai ada orangtua memasung dan mengurung anaknya bertahun-tahun karena tidak terkendali dan berbahaya bagi orang lain dan dirinya sendiri. Mereka dianggap anak yang sakit jiwa padahal sebenarnya mereka penyandang autis. Anak-anak dianggap beban hidup. Namun, kita tidak sepenuhnya menyalahkan mereka karena terkadang memiliki anak autis membuat lelah baik secara fisik maupun mental.

Pengetahuan dan kemiskinan membuat anaknya semakin parah dan tenggelam. Jangankan untuk biaya terapi, untuk makan sehari-hari saja harus berjuang keras. Sebagai contoh, untuk sekali pertemuan dengan satu terapis saja harus merogoh kantong 100 – 150 ribu. Padahal dalam satu hari idealnya bertemu tiga sampai empat kali pertemuan.

Cita-cita Pusat Terapi Autis Yasmin

Menyadari betapa besar manfaatnya bagi masyarakat miskin, Pusat Terapi Autis Yasmin terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanannya. Meskipun gratis, semua terapis yang bertugas di Terapi Autis Yasmin merupakan tenaga ahli dibidangnya. “Secara rutin orangtua siswa dibekali pengetahuan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan autisme. Supaya selaras antara pendidikan di terapi dan keluarga,” kata Nurjainah.

Selaras dengan peningkatan pelayanan, saat ini sedang diupayakan investasi pembangunan gedung terapi autis. Kepemilikan tempat terapi akan mempermudah desain sarana belajar yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan anak special needs. Tempat belajar yang tetap tentu akan membuat nyaman siswa, orangtua dan terapis.

Saat ini cakupan pelayanan Pusat Terapi Autis Yasmin masih terbatas di wilayah Cinere dan Jakarta bagian selatan. Menurut Sulistiyo, Manajer Program Amal Khair Yasmin, di beberapa tempat masih banyak ABK dari keluarga miskin belum tersentuh pendidikan. “Oleh karena itu kami punya cita-cita memperbanyak cabang atau model terapi autis gratis di beberapa tempat,” kata Sulistiyo. Pihak yayasan sedang berusaha menjalin mitra dengan dermawan yang bersedia menyediakan tempat untuk terapi.

Anak berkebutuhan khusus dari keluarga miskin seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pribadi mandiri. Belum optimalnya sarana dan fasilitas untuk penyandang autis dari pemerintah membuat mereka semakin terpuruk. Semoga saja mata batin kita senantiasa terbuka untuk membantu mereka mendapat masa depan yang lebih baik.