Amal Khair Yasmin

Raeni, Anak Tukang Becak Itu Kuliah di London

Siapa tak kenal Raeni putri seorang tukang becak yang lulus cum laude akuntansi Universitas Negeri Semarang (UNNES) 1,5 tahun lalu? Saat itu, wisudawan tercengang melihat Raeni naik becak menuju Auditorium UNNES. Aneh, tukang becaknya pun riang gembira mengantar Raeni ke tempat wisuda. “Mestinya ‘kan tukang becak hanya sampai halaman gedung, tapi abang becak kali ini masuk tempat wisuda dan duduk di kursi,” kata Sarimin, satpam di aula wisuda UNNES kaget. Saat itu, perhatian para keluarga wisudawan dan puluhan wartawan langsung tersita pada Raeni, wisudawan dari Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) Unnes itu.

“Ini ayah saya, Bapak Mugiyono. Pekerjaan ayah saya memang tukang becak,“ kata Raeni bangga. Satpam dan orang-orang tua mahasiswa yang duduk di kursi aula pun kaget campur kagum. Luar biasa. Putri seorang tukang becak bisa kuliah an lulus cum laude. Ayahanda Raeni memang bekerja sebagai tukang becak yang saban hari mangkal tak jauh dari rumahnya di Kelurahan Langenharjo, Kendal. Pekerjaan itu dilakoni Mugiyono setelah ia berhenti sebagai karyawan di pabrik kayu lapis. Sebagai tukang becak, diakuinya, penghasilannya tak menentu. Sekira Rp10 ribu – Rp 50 ribu. Karena itu, ia juga bekerja sebagai penjaga malam sebuah sekolah dengan gaji Rp450 ribu per bulan.

Meski dari keluarga kurang mampu, Raeni berkali-kali membuktikan keunggulan dan prestasinya. Penerima beasiswa Bidikmisi ini beberapa kali memperoleh indeks prestasi 4. Sempurna. Prestasi itu dipertahankan hingga ia lulus sehingga ia ditetapkan sebagai wisudawan terbaik dengan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) 3,96. Dia juga menunjukkan tekad baja agar bisa menikmati masa depan yang lebih baik dan membahagiakan keluarganya. “Selepas lulus sarjana, saya ingin melanjutkan kuliah lagi. Penginnya melanjutkan (kuliah) ke Inggris. Ya, kalau ada beasiswa lagi,” kata gadis yang bercita-cita menjadi guru tersebut. Tentu saja cita-cita itu didukung ayahandanya. Ia mendukung putri bungsunya itu untuk berkuliah agar bisa menjadi guru sesuai dengan cita-citanya. “Sebagai orang tua hanya bisa mendukung. Saya rela mengajukan pensiun dini dari perusahaan kayu lapis agar mendapatkan pesangon,” kata pria yang mulai menggenjot becak sejak 2010 itu.

Rektor Prof Dr Fathur Rokhman MHum mengatakan,apa yang dilakukan Raeni membuktikan tidak ada halangan bagi anak dari keluarga kurang mampu untuk bisa berkuliah dan berprestasi. “Meski berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang kurang, Raeni tetap bersemangat dan mampu menunjukkan prestasinya. Sampai saat ini Unnes menyediakan 26 persen dari jumlah kursi yang dimiliki untuk mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Kami sangat bangga dengan apa yang diraih Raeni,” katanya.

Ia bahkan yakin, dalam waktu tak lama lagi akan terjadi kebangkitan kaum dhuafa. “Anak-anak dari keluarga miskin akan segera tampil menjadi kaum terpelajar baru. Mereka akan tampil sebagai eksekutif, intelektual, pengusaha, bahkan pemimpin republik ini,” katanya. Harapan itu terasa realistis karena jumlah penerima Bidikmisi lebih dari 50.000 per tahun. Unnes sendiri menyalurkan setidaknya 1.850 Bidikmisi setiap tahun. Di mana Raeni sekarang? Ternyata sudah di Inggris, kuliah S-2 di Universitas Birmingham, sesuai cita-citanya. Atas prestasinya yang lulus cum laude tersebut, Raeni memang diberi beasiswa kuliah S-2 dari Presiden. Dia memilih Universitas Birmingham, London, Inggris, sebagai almamaternya. Ketika berpamitan untuk berangkat ke London, kedua orang tuanya un berpesan agar Raeni tekun belajar dan tidak lupa menjalankan salat lima waktu. Sementara itu, ayahanda Raeni, Mugiyono berpesan kepada anaknya agar tidak menyia-yiakan kesempatan yang berharga ini. “Tekun belajar, jaga kesehatan dan jangan lupa menjalankan salat lima waktu,” tutur Mugiyono.

Suasana haru terlihat saat Raeni berpamitan dengan kedua orangtuanya. Dia pun harus berlebaran di negeri orang dan jauh dari keluarga. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kendal turut mengantar Raeni ke Bandara Ahmad Yani, Semarang, untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke Inggris.

Apa yang jadi pelajaran buat kita? Orang miskin pun mampu kuliah pasca sarjana di Inggris karena punya mimpi dan cita-cita. Jadi, jangan minder meski anak orang miskin. Bermimpilah setinggi mungkin, lalu berdoalah kepada Allah, niscaya jalan pun akan terbuka.