Oleh : Sulistiyo (Manajer Program Amal Khair Yasmin)
Apakah Anda pernah merasa kesulitan untuk menunda atau mengarahkan keinginan ananda?
Apakah Anda tahun lalu kesulitan untuk mengajarkan puasa pada ananda?
Puasa adalah pembelajaran terbaik agar ananda mampu mengendalikan berbagai keinginannya yang sangat kuat untuk terarah, terdisiplinkan dan tetap berempati kepada orang lain. Lalu bagaimana agar ananda dapat meraih pembelajaran dalam berpuasa?
Pertama, modifikasi image hebat berpuasa. Menyambut Ramadhan 1435 H, sangat baik memberikan pendampingan dan pemahaman tentang puasa bagi ananda. Dimulai dari diskusi dan perbincangan terkait puasa di rumah, menyediakan buku-buku tentang puasa, bercerita sebelum tidur tentang puasa atau bahkan orangtua memberi teladan bagi ananda dengan berpuasa di bulan Rajab atau Sya’ban. Perlu juga merencanakan kegiatan sosial bersama ananda di bulan puasa. Butuh kejelian untuk menciptakan suasana meriah dan menarik, sehingga ketika masuk bulan Ramadhan ananda merasa berada pada situasi yang penting dan bermanfaat bagi kehidupannya. Proses tadi menjadi semacam proyek pembuka sebelum masuk ramadhan.
Kedua, moderat dalam mengajarkan ananda berpuasa. Beberapa orangtua mungkin memaksakan anak untuk berpuasa. Banyak alasan untuk itu, seperti malu semua anak lain sudah berpuasa, usia anaknya sudah cukup atau alasan untuk melatih anak sejak dini. Kewajiban puasa sebagaimana kewajiban ibadah lainnya memang akan memberikan makna yang luar biasa bagi setiap manusia. Hanya saja pemaksaan yang berlebihan kepada anak untuk berpuasa justru akan menghilangkan makna ibadah dan bahkan menjadikan ibadah sebagai sebuah penjara bagi anak. Bayangkan saja jika kita ‘paksakan’ anak untuk sholat hanya beberapa menit ‘siksaan’ itu dilalui. Tetapi jika anak ‘dipaksa’ untuk berpuasa maka minimal 1 hari mereka ‘tersiksa’ besok, lusa hingga satu bulan mengalami hal serupa. Apakah mereka betah?
Perintah berpuasa bagi anak sesungguhnya harus dilakukan secara moderat dan santun, menyesuaikan dengan kemampuan anak. Dalam hadis dikatakan, “Perintahkan anak-anak puasa saat mereka berusia tujuh tahun jika mereka kuat. Jika belum kuat, setengah hari atau lebih atau kurang juga dari setengah hari. Jika mereka kesulitan menahan rasa lapar dan haus, perintahkan untuk berbuka sehingga mereka mampu dan terbiasa untuk berpuasa”.
Dalam riwayat yang lain, perintahkan anak-anak puasa ketika berusia 9 tahun. Perintah puasa bagi anak-anak begitu toleran, memperhatikan saat mereka kuat. Bahkan puasa bagi anak-anak tidak harus langsung 1 hari penuh. Artinya puasa bagi anak-anak lebih memprioritaskan proses pendidikan bukan kewajiban. Moderat dalam hal ini bukan berarti terlalu membebaskan, tetapi tentu orangtua jauh lebih mengetahui kemampuan anaknya.
Hal yang memperihatinkan seringkali orangtua memaksa anak dalam berpuasa dan menganggap bahwa mereka pendosa karena tidak berpuasa. Kekeliruan orangtua adalah sering kali ibadah-badah yang sejatinya mengarahkan hamba mencintai Allah SWT karena seringkali dipaksakan dan menjadi pembiasaan yang keras dan penuh ancaman justru menjadi momok bagi anak-anak kita. Akibat ancaman dan ketakutan tersebut banyak anak yang di rumah ‘berpuasa’ tetapi di luar mereka berbuka.
Ketiga, menajamkan makna puasa. Banyak sekali keutamaan puasa dan betapa makna ibadah ini sangat agung di sisi Allah SWT. Sesuai kemampuan ananda, mari kita sedikit demi sedikit memberikan pemahaman kepada ananda. Mengiringi pembelajaran, tentu akan lebih memotivasi jika ananda semakin memahami makna ibadah puasa. Sebab ada beberapa makna positif bagi perkembangan psiko-sosialnya. Secara sosial, anak dibiasakan untuk memahami orang lain yang sedang berpuasa dan bagaimana berempati kepada orang yang hidupnya kesulitan makan. Lalu buatlah aksi sosial atau ikut kegiatan sosial agar makna dan pembiasaan berbagi semakin nyata. Puasa juga mengajarkan ananda tidak egois, dan menghormati orang lain. Respek terhadap orang yang berpuasa jika dia hanya puasa setengah hari, atau ada orang yang memang terkendala tidak diwajibkan berpuasa.
Secarap sikologis, anak diajarkan untuk mengatur emosinya dengan mengendalikan diri saat ia sedang menahan haus dan lapar. Anak biasanya menjadi kreatif dikarenakan ia belajar mengalihkan perhatiannya dari rasa lapar. Wallahua’lam.