Negara harus bebaskan biaya pendidikan
Negara harus bebaskan biaya kesehatan
Itulah kutipan lirik lagu berjudul “Negara” karya Iwan Fals. Negara harus bebaskan biaya pendidikan. Negara harus bebaskan biaya kesehatan. Negara harus ciptakan pekerjaan.
Iwan benar. Seharusnya, negara bertanggung jawab terhadap pendidikan dan kesehatan. UUD 45 sudah menyiratkan hal itu. Tapi apa kenyataannya? Pendidikan di Indonesia masih compang-camping. Kesehatan juga masih buruk. Dana untuk pendidikan, konon, sudah mencapai 20% dari APBN untuk membebaskan biaya pendidikan. Tapi di lapangan, hal itu tidak terjadi. Hanya dua daerah yang membebaskan pendidikan gratis dari SD sampai perguruan tinggi untuk orang miskin, yaitui DKI Jakarta (mulai tahun 2016) dan Sumbagsel. Tapi dalam lagu Iwan Fals, pendidikan gratis itu untuk semua rakyat Indonesia. Itulah tugas negara, kata Iwan.
Salah satu cara paling efektif untuk memajukan negara adalah memajukan pendidikannya. Negara maju identik dengan negara yang pendidikannya maju. Dan semua rakyatnya mampu menjangkau pendidikan setinggi mungkin tanpa beban. Bayangkan seandainya Indonesia seperti itu. Semua rakyatnya mendapatkan pendidikan gratis dari SD sampai perguruan tinggi. Di sekolah, disediakan makan gratis dan klinik kesehatan gratis. Masuk sekolah tanpa uang pendaftaran, tanpa uang bangunan, tanpa uang seragam, tanpa tes. Semua anak bisa sekolah dan kuliah sesuai minatnya. Semua sekolah kualitasnya sama. Di kota maupun daerah terpencil fasilitas sekolah seperti tempat belajar, tempat bermain, perpustkaan, klinik kesehatan, dan wifi semuanya sama dan tersedia gratis.
Bayangkan seandainya di Jayapura ada perguruan tinggi pertanian sekualitas IPB. Lalu di Sorong ada perguruan tinggi teknologi sekualitas ITB. Supaya orang-orang pinter mau jadi dosen di Papua, gaji mereka dilipatgandakan. Fasilitas dipenuhi. Mahasiswa yang sekolah di situ pun gratis. Niscaya banyak anak-anak muda Indonesia yang tertarik dan mau kuliah di Papua. Dengan adanya dua perguruan tinggi berkualitas tersebut, pertanian di Papua pun maju. Teknologi pun maju. Hasilnya, Papua pun jadi provinsi yang maju. Apa arti semua itu? Sebagian wilayah Indonesia yang amat luas – empat kali luas Pulau Jawa – tumbuh menjadi daerah yang maju, mandiri, dan memberikan kontribusi yang besar bagi Indonesia.
Pulau Papua mempunyai potensi besar untuk menjadi daerah yang pertanian dan teknologinya maju. Dengan dukungan pendidikan tinggi yang maju semua potensi alam Papua – baik tambang, kehutanan, dan perkebunan bisa diaktualkan. Itu semua terjadi seandainya Jakarta mau mengalokasikan dananya untuk membangun pendidikan secara merata di seluruh Indonesia. Khususnya untuk daerah-daerah terpencil yang selama ini masih dianggap terbelakang.
Mungkinkah hal itu terjadi? Sangat mungkin. Negara-negara Skandinavia sudah melakukannya. Ambil contoh Finlandia. Di negeri ini, semua jenis sekolah gratis dan dibiayai negara. Semua sekolah di mana pun adanya, di kota maupun kampung, kualitasnya sama. Setiap sekolah dilengkapi dengan perpustakaan yang lengkap, laboratorium modern, makan gratis, klinik kesehatan gratis, dan internet gratis. Di Finlandia, tak ada tes masuk. Siapa pun bisa memilih sekolah sesuai keinginannya. Setelah masuk sekolah, anak-anak diberi pelajaran dengan cara bimbingan, diskusi, dan praktik. Tak ada ujian. Tak ada kompetisi. Anak-anak sekolah belajar di sekolah dengan sistem kelompok. Mereka diajarkan untuk bisa belajar bersama dan bekerjasama. Guru-guru menganggap setiap anak punya potensi kecerdasan dan para guru harus menggali kecerdasan anak sesuai bakat dan potensinya. Penilian melalui ujian sisipan dan ujian akhir yang kemudian menghasilkan ranking, diharamkan di Finlandia. Tak ada ranking. Biarkan anak-anak menggali potensinya dan guru menjadi pembimbingnya. Hasilnya, sistem pendidikan di Swedia adalah yang terbaik di dunia.
Di Indonesia? Anak-anak sekolah disuruh berkompetisi, mencari ranking, dan akhirnya stres. Sekolah sangat menjemukan dan menguras tenaga. Juga menguras biaya. Bila ingin melanjutkan ke perguruan tinggi harus bersaing ketat. Anak-anak dari desa niscaya kalah bersaing dengan anak-anak kota. Anak-anak orang miskin niscaya kalah bersaing dengan anak orang kaya. Tragisnya negara hanya memihak yang menang bersaing. Kondisi seperti itu harus segera diganti. Gantinya: masuk perguruan tinggi tidak perlu tes. Anak-anak SMA bisa memilih kuliah sesuai minatnya. Jika mereka tak mampu bersaing, mereka akan “keluar” dengan sendirinya. Mereka bisa mencari sekolah yang sesuai minat dan kemampuannya. Itulah yang dipraktekkan di Finlandia. Di Indonesia, sistem sekolahannya masih konvensional. Sekolah berkualitas sebagian besar berada di kota-kota besar di Pulau Jawa. Jadinya, Pulau Jawa pun makin sesak. Padahal, banyak pulau lain di Indonesia yang masih sedikit penduduknya. Seandainya pemerintah mau membangun pendidikan yang kualitasnya sama di seluruh Indonesia, lalu masuknya tanpa tes, dan semuanya gratis, niscaya banyak persoalan bangsa ini yang terselesaikan. Benar kata Iwan Fals,
Negara harus bebaskan biaya pendidikan Negara harus bebaskan biaya kesehatan Negara harus ciptakan pekerjaan Negara harus adil tidak memihak Itulah tugas negara Itulah gunanya negara Itulah artinya negara Tempat kita bersandar dan berharap