Tahun 1437 Hijriyah telah hadir. Umat Islam di mana-mana merayakannya. Apa maknanya bagi umat Islam di Dunia saat ini? Perdamaian? Kekacauan?
Peperangan makin berkecamuk di Timur Tengah. Saudi Arabia bersama sekutu Arabnya menggempur Yaman. Tujuannya untuk mengembalikan pemerintahan Mansour Hadi yang digusur Kelompok Houthi ke San’a. Saudi Arabia tidak rela kalau Yaman, tetangga dekatnya itu dikuasai pemerintah Houthi Pro-Iran. Kelompok Houthi yang pro-Iran, juga mati-matian mempertahankan Yaman dari gempuran Saudi dan sekutunya.
Di pihak lain, Suriah makin kacau. Presiden Basyar al-Assad tetap bertahan. Tak mau mundur. Bahkan mungkin makin kuat karena mendapat dukungan tentara dan senjata dari Rusia dan Iran. Rakyat Suria yang ingin mendongkel Asad makin tak berdaya. Bantuan negara-negara Arab dan Turki untuk menurunkan Asad makin sulit lagi. Meski demikian, di antara mereka, ada satu hal yang sama: memerangi ISIS (Negara Islam Irak dan Siria).
Betapa carut-marutnya Dunia Islam itu terlihat di Suria. Di dalam negeri, ada puluhan kelompok antipemerintahan Assad. Juga ada puluhan kelompok yang pro-Assad. Sementara negara-negara Arab sendiri seperti Saudi Arabia, Kuwait, Uni Emirat Arab, dan Mesir, juga Turki, anti Assad. Meski demikian Assad tak gentar karena mendapat dukungan Iran dan Rusia. Rusia yang punya tentara dan senjata kuat menolong Assad dengan cara yang kelihatan simpatik, menggempur kekuatan ISIS. Tapi dibalik itu, Rusia pun menyerang kelompok yang anti-Assad. Sementara Turki sambil menyerang ISIS, dia pyun menyerang tentara Kurdi di Suria. Padahal tentara Kurdi di beberapa wilayah Suriah berhasil mengusir ISIS. Suasananya memang sangat kompleks.
Mesir juga sedang kacau. Kelompok antipemerintahan El-Shisi makin garang. Teror muncul di mana-mana. Darah makin berceceran. Palestina juga makin membara. Jika sebelumnya perang antara Israel Palestina bersifat massal, kini perorangan. Orang Israel menusuk orang Palestina yang dijumpai di jalan. Dan sebaliknya. Perang model ini jelas sulit diamati dan berlangsung acak sehingga amat berbahaya. Di pihak lain, kondisi Irak juga makin lemah. Benih-benih perang antarkelompok kepentingan di Irak mulai terlihat. Dunia Islam di Timur tengah makin carut marut.
Melihat kondisi perseteruan umat Islam di Timur Tengah tersebut, maka makna hijrah perlu direvitalisasi. Yaitu hijrah dari kebencian dan pembusukan menuju hijrah persahabatan dan pencerahan. Mungkinkah?
Umat Islam di Timur Tengah tampaknya perlu belajar banyak dari Sejarah Rasul. Rasul yang berjuang untuk mendidik umatnya mewujudkan perdamaian. Ketika Rasul hijrah dari Mekah ke Madinah, sesungguhnya, Rasul ingin menghindari peperangan yang lebih besar. Ketika sampai di Madinah, Rasul pun segera membuat perjanjian dengan umat non-Islam untuk menyelenggarakan perdamaian. Tidak saling menyerang satu sama lain.
Mungkinkah hal itu terjadi? Jika melihatnya dari aspek kekuasaan, jelas tak mungkin. Kekuasaan selalu mendorong intrik. Lalu? Lihatlah peristiwa hijrah. Hijrah rasul motivasinya spiritual. Motivasinya lebih tinggi: mewujudkan negara yang damai dengan wawasan spiritual yang menghargai setiap manusia. Berbagai perjanjian yang diusung Rasulullah dengan orang-orang Yahudi, Nasrani, dan orang-orang Arab non-Islam, semuanya didasari semangat untuk mewujudkan perdamaian. Kenapa demikian? Karena, hanya dengan perdamaian, kebudayaan manusia bisa berkembang positif. Pendidikan bisa terwujud. Kesejahteraan bisa diraih.
Itulah sebabnya agama yang dibawa Nabi Muhammad adalah Islam. Islam adalah agama yang salam, damai, rukun, dan sejahtera. Jika kondisi umat Islam di Timur Tengah penuh konflik, itu artinya, Islam secara esensial belum hadir di sana. Kita berharap, esensi Islam kembali hadir di Bumi Para Nabi tersebut.
Jika boleh mengadu, Tuhan kenapa semua ini terjadi? Di mana pendidikan dan perdamaian yang mengakar di hati nurani itu berada? Melalui kenangan Hijrah ini, semoga pendidikan dan perdamaian yang bermaslahat kembali hadir di dada saudara-saudara kita tersebut.