Amal Khair Yasmin

7 Strategi Efektif Membentuk Anak Tangguh dengan Growth Mindset

Banyak orang tua berpikir bahwa mengatakan pada anak “kamu pintar”, bentuk motivasi terbaik. Namun, penelitian psikolog Carol S. Dweck dari Stanford University justru menemukan hal sebaliknya. Dalam bukunya : Mindset, The New Psychology of Success (2006), Dweck menunjukkan bahwa pujian yang berfokus pada bakat bawaan cenderung menumbuhkan fixed mindset, yakni keyakinan bahwa kecerdasannya bersifat tetap dan tidak dapat berkembang. Anak dengan pola pikir ini sering menghindari tantangan karena takut gagal.

Sebaliknya, anak yang menerima pujian pada usaha, strategi, dan proses belajar lebih mudah menumbuhkan growth mindset, yaitu pola pikir bahwa kemampuan bisa berkembang melalui usaha, latihan, dan strategi yang tepat. Anak dengan growth mindset lebih berani mencoba hal-hal baru, tidak cepat menyerah, dan menjadikan kegagalan sebagai bahan pembelajaran.

Fenomena ini relevan di kehidupan sehari-hari. Kita sering melihat anak menyerah ketika pekerjaan rumah terasa sulit atau ketika kalah dalam permainan sederhana. Mereka bukan malas, melainkan belum memahami bahwa kegagalan merupakan bagian alami dari proses belajar. Orang tua memiliki peran penting dalam menanamkan pola pikir berkembang sejak dini. Ada tujuh strategi efektif dalam membentuk Growth Mindset pada anak:

1. Ubah Cara Memberi Pujian

Psikolog pendidikan Alfie Kohn (2001) juga menekankan bahwa pujian yang tidak tepat dapat melemahkan motivasi intrinsik anak. Oleh karena itu, pujilah proses dan usahanya, bukan semata hasil.

Contoh pujian yang kurang tepat,“Kamu pintar sekali!”,  sedangkan yang tepat, “Kamu bekerja keras sampai bisa menyelesaikan soal ini, hebat!”

Bahasa sederhana ini memberi pesan bahwa kerja keras lebih penting daripada bakat bawaan. Anak pun jadi lebih percaya diri dalam mencoba tantangan baru.

2. Ajarkan Bahwa Kesalahan adalah Guru

Anak perlu dibimbing untuk melihat kesalahan sebagai umpan balik, bukan sebagai vonis kegagalan. Konsep ini sejalan dengan error-based learning dalam psikologi kognitif, di mana kesalahan justru memperkuat pembelajaran.

Alih-alih memarahi anak saat nilainya jelek, duduklah bersamanya untuk meninjau di mana kesalahannya. Dengan begitu, anak belajar refleksi diri dan memperbaiki strategi dalam belajarnya.

3. Dorong Anak Menghadapi Tantangan

Anak dengan growth mindset justru mencari tantangan. Menurut Vygotsky dalam teori Zone of Proximal Development atau ZPD, anak berkembang optimal ketika diberi tugas sedikit lebih sulit dari kemampuannya, dengan bimbingan orang dewasa.

Contoh, saat anak kesulitan matematika, jangan langsung memberi jawaban. Ajak ia mencari strategi alternatifnya. Dengan begitu, ia belajar dengan penuh ketekunan dan mencari problem solving.

4. Bantu Anak Menetapkan Tujuan yang Realistis

Anak itu akan mudah kehilangan motivasinya bila targetnya terlalu tinggi. Oleh karena itu ajarkan goal setting secara bertahap (Locke dan Latham, 2002).

Contoh sederhan, jika anak sulit membaca buku 100 halaman, mulailah dari target 5 halaman per hari.
Karena keberhasilan kecil yang konsisten akan menumbuhkan rasa percaya diri dan motivasi jangka panjang.

5. Jadilah Teladan yang Tangguh

Anak belajar lebih banyak dari apa yang mereka lihat dibanding dari nasihat. Ketika orang tua menunjukkan sikap tidak mudah menyerah, anak akan menirunya.

Jika gagal dalam pekerjaan, ceritakan prosesnya untuk mencoba lagi. Pesan tersirat, “Nak, Gagal itu wajar, yang penting kita bangkit dan belajar darinya.”

Bandura, melalui teori social learning menegaskan bahwa anak menyerap nilai melalui modeling atau teladan nyata.

6. Bangkitkan Rasa Ingin Tahu melalui Eksperimen

Growth mindset sendiri erat hubungannya dengan rasa ingin tahu (curiosity). Ajaklah anak bereksperimen sederhana, seperti mencoba resep baru, membuat proyek sains kecil, atau menjawab pertanyaan lewat observasi.

Menurut Maria Montessori, anak belajar terbaiknya melalui pengalaman langsung (learning by doing). Eksperimen membuat anak-anak menikmati proses itu sendiri, mereka bukan sekadar mengejar hasil.

7. Ciptakan Lingkungan yang Aman dan Mendukung

Anak tidak akan berani mencoba jika takut dihakimi. Ciptakan rumah yang penuh dengan dukungan, melalui diskusi terbuka, apresiasi usaha, dan kebebasan untuk gagal.

Konsep ini sejalan dengan teori psychological safety (Amy Edmondson, 1999) yang menunjukkan bahwa lingkungan aman membuat individu lebih berani bereksperimen dan belajar.

Membentuk growth mindset bukanlah pekerjaan instan. Dibutuhkan konsistensi, kesabaran, serta teladan dari orang tua. Namun, manfaatnya akan bertahan seumur hidup. Anak akan tumbuh lebih tangguh, adaptif, dan tidak mudah menyerah dalam menghadapi tantangan.

Pertanyaannya, sudahkan anak-anak kita dibekali mental tahan banting untuk menghadapi dunia yang penuh perubahan ini?

Yuk, bagikan artikel ini agar semakin banyak orang tua menyadari pentingnya membentuk pola pikir berkembang, sejak dini.

*Oleh Mujtahidin