Amal Khair Yasmin

Banjir dan Pendidikan Lingkungan

Banjir dan longsor terjadi di mana-mana. Hujan lebat dalam beberapa hari terakhir ini mengakibatkan banjir dan longsor di beberapa kota besar seperti Jakarta, Semarang, Solo, dan lain-lain.
Setidaknya 40 orang meninggal dunia akibat longsor dan banjir di Jawa Tengah, sementara 26 orang hilang dan masih dalam pencarian. Ribuan rumah juga hancur disapu banjir atau tertimbun tanah longsor di 16 kabupaten dan kabupaten akibat hujan lebat yang turun sejak Sabtu (18/6) siang hingga malam dan pagi harinya (19/6). Banjir dan longsor pun menerjang Purworejo, Banjarnegara, Kendal, Sragen, Purbalingga, Banyumas, Sukoharjo, Kebumen, Wonosobo, Pemalang, Klaten, Magelang, Wonogiri, Cilacap, Karanganyar, dan Kota Solo. Di Solo, banjir akibat hujan deras selama lebih dari lima jam menyebabkan sekitar 1.000 jiwa dievakuasi ke lokasi yang lebih aman.

Banjir dan longsor juga menerjang beberapa daerah di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Maluku, dan Papua. Semua ini menandakan ada krisis lingkingan serius di Indonesia. Krisis lingkungan serius ini harus diatasi, tidak hanya melalui pendekatan fisik atau hardware, tapi juga pendekatan mental atau software. Dan salah satu pendekatan paling efektif adalah melalui dunia pendidikan.

Pendidikan lingkungan sangat penting untuk siswa sekolah, mulai tingkat PAUD, TK, SD, SMP, dan SMA. Bahkan sampai perguruan tinggi. “Ini karena tantangan lingkungan terus bertambah sejalan dengan kemajuan manusia,” kata Prof. Dr. Rokhmin Dahuri, Guru Besar IPB belum lama ini di Jakarta.

Pendidikan lingkungan, menurut Rokhmin, harus dimulai sejak dini, sejak anak-anak masih balita. Sekolah PAUD, misalnya, harus mulai mengenalkan pendidikan lingkungan kepada anak didiknya, dari mulai yang amat sederhana seperti membuang sampah yang benar sampai membeli makanan yang sehat. Dalam hal membeli makanan dan mainan, misalnya, anak-anak perlu diberi tahu makanan dan mainan apa saja yang baik. “Jangan asal anak minta dibelikan permen atau mainan, orang tua langsung membelikannya,” ungkap Rokhmin.

Di tingkat SD, pendidikan lingkungan harus ditingkatkan dengan memberikan pengetahuan yang lebih luas. Misalnya, kenapa di daerah tertentu sering terjadi banjir dan longsor. Karena anak-anak SD lebih senang dengan gaya bertutur, maka pelajaran pendidikan lingkungan akan sangat baik bila diberikan melalui dongeng. Dengan cara mendongeng, ujar Rokhmin, pendidikan lingkungan di SD jadi menyenangkan. Apalagi jika waktu libur anak-anak diajak studi tour ke tempat-tempat yang lingkungannya bagus dan asri. Misalnya ke taman-taman wisata dan kebun raya. Di tempat-tempat tersebut, guru bisa menjelaskan keterkaitan antara pohon, hutan, air, banjir, dan longsor.

Saat ini pendidikan lingkungan di Indonesia belum diajarkan secara efektif meskipun mata pelajarannya sudah ada. Pendidikan lingkungan masih bersifat kognitif sehingga hasilnya hanya menjadi pengetahuan belaka. Pendidikan lingkungan belum memberikan sentuhan kepada jiwa anak-anak sehingga muncul dalam bentuk aktivitas. Padahal perilaku berwawasan lingkungan ini seharusnya bisa menyentuh semua siswa dalam berbagai tingkatan umur dan sekolah.

“Sampah yang dibuang anak-anak secara sembarangan akibatnya sama bila dibandingkan dengan sampah yang dibuang orang dewasa secara sembarangan,” ungkap Dr. Nyoto Santoso, kepala Kepala Pusat Kajian Biodiversitas dan Rehabilitasi Hutan Tropika, IPB, Bogor. Itulah sebabnya pendidikan lingkungan harus didesain sedemikian rupa agar bisa menyentuh hati setiap peserta didik, baik anak-anak maupun orang dewasa.

Di negara-negara maju pendidikan lingkungan merupakan pendidikan prioritas seperti pendidikan bahasa dan ilmu pengetahuan alam. Negara-negara maju menyadari betul kerusakan lingkungan harus ditanggulangi secara bersama. Setiap individu, masyarakat, dan negara harus sama-sama memikirkan dan bekerja mengatasi masalah kerusakan lingkungan yang makin parah.

Di samping itu, perlu kita ketahui, yang namanya kerusakan lingkungan bukan semata-mata kerusakan alam secara fisik, tapi juga kerusakan moral dan akhlak manusia. Manusia yang akhlaknya rusak, kata Ustad Mujtahidin dari Yayasan Amal Khiar Yasmin, juga akan merusak lingkungan. “Kerusakan moral dan akhlak manusia, ujungnya merusak lingkungan hidup secara keseluruhan,” ungkap Ustad Mujatahidin. Dengan demikian pendidikan lingkungan ini sangat penting dikembangkan di sekolah-sekolah, baik dari aspek kapasitas maupun kualitasnya.