Amal Khair Yasmin

Ki Hajar dan Pendidikan yang Berperadaban

Tanggal 2 Mei, selalu diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Tanggal tersebut merupakan hari kelahiran tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara. Beliau dikenal sebagai tokoh yang sangat peduli dengan dunia pendidikan dan kebudayaan. Bagi Ki Hajar, pendidikan harus menghasilkan manusia yang berilmu, beriman, dan berbudaya. Bukan hanya manusia yang pandai dan menguasai ilmu. Sebab, kata Ki Hajar – orang pandai dan berilmu jika tidak beriman dan berbudaya maka sangat berbahaya.

Dengan demikian, pendidikan, menurut Ki Hajar, adalah sebuah proses pembudayaan. Yaitu suatu usaha untuk mentransformasi nilai-nilai luhur kepada generasi baru agar hidup berkemajuan dan berperadaban. Karena itu, pendidikan merupakan suatu proses yang kontinyu, terus menerus sejak manusia lahir sampai masuk ke liang lahat.
Cobalah simak penuturan Ki Hajar Dewantara dalam pepatah Jawa:

Ora kabeh wong pinter kuwi bener
Ora kabeh wong bener kuwi pinter
Akeh wong pinter ning ora bener
Lan akeh wong bener senajan ora pinter
Nanging tinimbang dadi wong pinter ning ora bener
Luwih becik dadi wong bener senajan ora pinter
Ana sing luwih prayoga yoiku dadi wong pinter sing tansah tumindak bener
Minterno wong bener kuwi ….
luwih gampang tinimbang mbenerake wong pinter
Mbenerake wong pinter ..kuwi mbutuhke beninge ati

Terjemahan bebas (Tidak semua orang pintar itu benar. Tidak semua orang benar itu pintar. Banyak orang pintar tapi tidak benar. Dan banyak orang benar meski tidak pintar. Lebih baik jadi orang benar meski tidak pintar. Ada yang lebih aneh yaitu orang pintar tapi tidak pernah berbuat benar. Memintarkan orang benar itu lebih gampang dari pada membenarkan orang pintar. Membenarkan orang pintar itu butuh hati yang jernih)

Apa yang dikatakan Ki Hajar dalam pantun Jawa di atas, saat ini menjadi problem pendidikan di Indonesia. Koruptor, misalnya, jika pelakunya orang pintar, maka sulit dilacak, padahal kerugian negara sangat besar. Kenapa? Orang-orang pintar, misalnya, bisa membuat undang-undang atau aturan-aturan yang memberikan celah kepada dirinya untuk melakukan korupsi. Akibatnya, mereka pun lolos dari jeratan hukum. Kondisi seperti itu kini terjadi di tengah-tengah kita bangsa Indonesia. Ada anak kecil diperkosa ramai-ramai, ada kepala daerah korupsi, ada anggota legislatif mencuri uang negara; tapi ada juga orang baik yang disingkirkan. Kacau!

Dari pitutur Ki Hajar di atas, bangsa Indonesia bisa bercermin diri. Sejauh manakah dunia pendidikan mampu menghasilkan manusia yang pintar dan benar? Bila indikasinya ruang-ruang penjara di Indonesia kini tidak mampu lagi menampung para penjahat, itu artinya: pendidikan di Indonesia gagal membentuk manusia yang berbudaya, pintar, dan benar! Ki Hajar, jika Aki sekarang ini masih hidup, niscaya Aki akan pusing tujuh keliling. Negeri ini ternyata sudah memasuki zaman edan. Ramalan Ki Ronggowarsito sudah di depan mata!