Amal Khair Yasmin

Penderita Tuna Netra dan Autis yang Jago Musik

Lahir dengan kebutaan dan gerak reflek yang tak terkendali (autis), apa yang bisa diharapkan bayi seperti itu untuk masa depannya? Endang Dewi Mardeyani, ibu yang melahirkan Muhammad Ade Irawan — bayi tuna netra dan autis itu — sungguh sedih. Begitu pula ayahnya, Irawan Subagio. Tapi sebagai orang yang beriman, Endang dan Irawan yakin bahwa Allah menciptakan Ade dengan ketidaksempurnaan fisiknya itu, mempunyai tujuan terbaik untuk keluarganya. Ade lahir di Inggris, Januari 1994 lalu. Ibunya adalah staf di kantor Kedubes RI di London. Ayahnya seorang wiraswastawan.

“Saya kaget dan sedih sekali begitu melihat anak saya tumbuh tidak normal. Matanya buta dan gerak-geriknya tak terkendali,” ujar Endang. Tapi saya tetap mencurahkan kasih sayang sepenuh hati kepada Ade.

Sejak usia 3 tahun, Ade mulai mengenal musik dan mencoba piano mainan. Pada usia 5 tahun, ia sering diajak menonton jazz dan mendengarkan CD musik jazz. Dalam satu album, setelah mendengarkannya selama setengah sampai satu hari, ia mampu memainkannya semua lagu dalam album tersebut, ungkap Endang. Baru pada usia 6 tahun, Ade kecil mulai bermain keyboard dan piano. Saat Ade berusia 9 tahun, sang tante, Wiwik Mardiana Dewi, mengenalkan anak itu kepada musik jazz. Saat itu Wiwik rajin membawakan kaset-kaset jazz Bobby Chen.

“Saat itulah Ade jatuh cinta pada jazz,” kata Endang. Bakat Ade kian terasah saat Endang bertugas selama 4 tahun di Chicago, Amerika Serikat, sejak 2004. Di kota yang yang memiliki napas jazz dan blues itu, Ade secara reguler manggung di Jazz Links Jam Session di Chicago Cultural Center. Usia Ade saat itu masih 12 tahun. Dalam kurun 2006-2007, ia juga bermain di panggung festival Chicago, seperti Chicago Winter Jazz Festival dan Chicago Jazz Festival di Millennium Park Chicago. Setiap tahun, dari 2004 hingga 2007, Ade selalu meraih gelar juara pertama lomba cipta lagu antarsekolah di negara bagian Illinois.

Kemahiran Ade membawakan musik jazz mempertemukannya dengan sejumlah “gembong” jazz dan blues di Amerika Serikat, seperti Coco Elysses-Hevia, Robert Irving III, Peter Saxe, Ramsey Lewis, John Faddis, Dick Hyman, Ernie Adams, dan Ryan Cohen. Ade pun dipercaya sebagai pianis tetap pada acara musik Farnsworth School di Chicago dan pengisi tetap Jazz Links Jam Session (Jazz Institute of Chicago) di Chicago Cultural Center. Berbagai pengalaman itu pula yang menempa permainan jazz Ade hingga seperti sekarang.

Sepulangnya Ade dan keluarga ke Tanah Air pada 2008, Ade pun aktif manggung, antara lain dalam jam sessions Komunitas Jazz Chic’s dan Komunitas Jazz Kemayoran. Ade juga sering manggung bersama Beben dan Agam Hamzah. Kemampuan melakukan jam session diperlihatkan Ade kepada para pengunjung kafe malam itu. Hadirin, yang semula asyik di meja masing-masing, terkesima saat jemari Ade memainkan lagu Breeze In. Suasana kian hangat saat ia memainkan lagu Spain, yang dipopulerkan Chick Corea. Berikutnya, Ade memainkan dua lagu ciptaannya sendiri, Oleo dan Chicago’s Blues, secara solo. Meski masih muda, Ade tampak penuh empati saat bermain dalam kelompok. Ia tak berupaya menonjol sendiri. Sebaliknya, Ade selalu memberikan peluang kepada pemain drum dan bas untuk memperlihatkan kemampuan individual mereka.

Selama Ade di Tanah Air, Jaya Suprana, yang juga dikenal sebagai pianis musik klasik, banyak membantu kiprah anak itu. Jaya pertama kali mengenalnya di Chicago pada 2004. Namun saat itu Jaya belum melihat langsung permainan piano Ade. “Waktu itu saya cuma dikasih tahu kalau Ade adalah anak berbakat,” kata Jaya.

Baru tahun ini Jaya bertemu kembali dengan Ade dan orang tuanya., “Saat itulah saya mendengar permainan piano Ade, dan saya langsung terkejut begitu mendengarnya” kata pria tambun kelahiran 27 Januari 1949 ini. Mulai saat itulah Jaya membimbing Ade. Jaya juga kemudian menyelipkan nama “Wonder” di tengah nama Ade. “Karena Ade itu seperti keajaiban kedelapan di dunia ini setelah Seven Wonders,” katanya.

Tak ada kata-kata yang bisa diucapkan Jaya untuk menggambarkan kehebatan permainan piano Ade. “Permainan piano Ade adalah bukti eksistensi Tuhan Yang Maha Esa. Silakan yang ateis menonton permainan piano Ade,” ujarnya. Ade tak ada duanya di dunia.

Benar keyakinan Endang, Allah menciptakan Ade dengan kekurangan fisiknya, tapi juga menciptakan keistimewaan dengan bakat musiknya. Melalui musiklah Ade memperoleh rizki dari Allah, Sang Pencipta. “Allah jualah yang menjadikan kamu dan memberi rizki kepadamu.” (QS Ar-Rum 40).