Be Yourself. Believe to yourself! Itulah kredo motivasi orang-orang modern. Para motivator terkenal seperti Anthony Robbins, Brian Tracy, atau Tung Dasem Waringin sering memakai “kata-kata sakti” itu untuk menggerakkan salesman, agen asuransi, olahragawan, dan lain-lain agar mencapai prestasi puncak. Hasilnya? Jika sukses, ia membusungkan diri, seakan-akan keberhasilannya berkat “him/herself”. Jika gagal, frustrasi, bahkan bunuh diri. Believe to yourself mengandaikan manusia mampu mencapai prestasi atau cita-cita setinggi-tingginya karena kepercayaan terhadap dirinya yang kuat. God is you, kata Robbins. Banyak orang terbawa emosi karena “mantra” para motivator itu. Robbins dan Tracy tanpa kita sadari menggiring kita untuk mematri “thulul amal” dalam pikiran kita. Dalam kitab Minhajul Abidin, Imam Ghazali menyatakan, thulul amal atau panjang angan-angan ini sangat berbahaya karena merusak tauhid dan ibadah kita. Thulul amal telah membutakan kita bahwa masa depan manusia yang menentukan adalah Allah semata. Keberhasilan kita pun sama, yang menentukan Allah semata.
Apalah arti diri kita di hadapanNya? Bagi orang beriman, bercita-cita tinggi memang boleh, tapi cita-cita tertinggi adalah hidup yang memperoleh keridhaan Allah. Itulah puncak pencapaian manusia dalam mengarungi hidupnya. Dan pencapaian itu hanya bisa diraih jika kita menyadari bahwa “tubuh kita, pikiran kita, tangan kita, kaki kita, dan nafas kita adalah milik Allah.” Sekali lagi, jangan terjebak dengan sihir Robbins, Tracy, atau siapa pun, keculai jika mereka mengajak kita untuk bercita-cita meraih “hidup indah dengan keridhaanNya”.
Dewasa ini, kehidupan dunia yang gegap gempita telah menyita hampir seluruh “ruang jiwa dan spiritual” kita. Kemana mata melihat, kemana telinga mendengar, kemana hidung mencium – yang tertuju adalah harta dan dunia. Kehidupan spiritual yang menjadi basis hakiki eksistensi manusia terlupakan. Dampaknya luar biasa. Manusia, kata Sayed Housen Nasr, mengalami kekeringan spiritual. Manusia semacam ini tidak hanya membahayakan dirinya sendiri, tapi juga membahayakan umat manusia. Manusia kering spiritual ini, kata Nasr, kini bergentayangan seperti zombie-zombie yang tak punya arah tujuan.
Tentu saja, kita sabagai muslim harus menghindari kondisi tersebut. Bagi muslim pilihan hidup itu sudah jelas. Menuju keridhaan Allah. Dalam shalat, umat Islam selalu menyebutkan tujuan hidupnya: Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah. Tuhan Seluruh Alam!