Begitu besar peran seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya, maka tidak dapat dipungkiri bahwa ibu adalah madrasah yang pertama. Seorang Kartini pun mengakui hal itu, yang diutarakan lewat sebuah surat kepada Prof. Anton dan istrinya : “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama. [Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902].
Islam memandang ibu sebagai sosok termulia dalam keluarga. Ada cerita menarik yang tertuang dalam kisah Rasul. Konon, seseorang datang menghadap Rasulullah saw. seraya bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang harus paling saya hormati?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Lagi-lagi beliau menjawab, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Baru beliau menjawab, “Bapakmu” (H.R. Ahmad dan Abu Dawud). Sungguh mulia seorang ibu, sampai Rasulullah memerintahkan kita menghormati ibu sebelum ayah, kenapa? Karena begitu banyak hal yang sudah dilakukan oleh seorang ibu, seperti mengandung, menyusui, mengasuh, dan mendidik anaknya pada setiap kesempatan. Itulah sebabnya, ibu disebut seorang pendidik sejati untuk anaknya.
Proses pendidikan yang diberikan oleh seorang ibu sudah dilakukan sejak sang bayi masih dalam kandungan. Seorang ibu yang terbiasa mendengar murottal (tilawah AL-Qur’an), insya Allah hal tersebut dapat didengar oleh sang bayi. Emosi dan watak seorang ibu pun dapat ditularkan melalui perilaku seorang ibu kepada anaknya selama mengandung dan mengasuh. Air Susu Ibu (ASI) yang diberikan kepada sang anak pun memiliki peranan yang sangat penting sebagai zat yang mempengaruhi imunitas dan kecerdasan otak sang anak. Bahkan kontak mata yang terjadi antara ibu dan anak sebetulnya merupakan sarana pendidikan. Dengan demikian, dunia pendidikan sudah melekat dalam pribadi sang ibu.
Setiap saat, dimanapun dan kapanpun proses pendidikan tersebut dapat dilakukan. Seorang ibu memiliki tanggung jawab besar dalam menciptakan generasi muda yang kreatif, inovatif, prestatif, edukatif dan produktif. Adalah sebuah mimpi hal itu terwujud jika tidak dilukis oleh tangan-tangan lembut seorang ibu. Dan untuk mewujudkannya, tidak lain hanyalah melalui wanita sholihah yang berilmu, berakal dan bertakwa yang dapat melakukannya. Ulama besar mengatakan, bahwa wanita (khususnya seorang ibu) menjadi barometer baik buruknya sebuah masyarakat. Ibu yang mendidik anaknya dengan baik akan menciptakan generasi yang baik. Dan dari sana terciptalah bangsa dan negara yang baik.
Karena begitu besar amanah yang diemban seorang ibu, maka Allah pun menempatkan ibu dalam posisi yang amat mulia. Sampai-sampai Nabi Muhammad menggambarkan bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu.
Suatu ketika ada seseorang menghadap Rasulullah Saw minta izin untuk ikut berperang bersama Rasulullah. Rasul bertanya, “Adakah engkau masih memiliki ibu?”. Orang itu menjawab, “Ya, masih.” Nabi pun bersabda lagi: “Bersungguh-sungguhlah dalam berbakti kepada ibumu. Karena sesungguhnya surga itu berada di bawah kedua kakinya”.
Dalam sebuah hadist Qudsi Allah menyatakan: Jika ada sosok yang harus kau sembah selainKU, maka itulah ibumu!
Karena itu, berbaktilah kepada ibu. Mintalah doa kepada ibu dalam setiap kesempatan. Dan untuk sang ibu, doakanlah anak-anakmu agar menjadi manusia yang bertakwa dan bertanggungjawab kepada keluarga, bangsa, dan negara. Doa ibu sangat mustajab karena langsung tersambung dengan Allah. Itulah keistimewaan ibu.