Amal Khair Yasmin

Jerat Narkoba dan Trauma Keluarga: Kisah di Balik Gangguan Jiwa yang Terabaikan

Adit masih bisa mengingat dengan jelas, kenapa hingga saat ini ia masih menjadi penghuni Panti ODGJ Amal Khair Yasmin. Persoalan salah pergaulan menjadi penyebabnya.

“Karena narkoba, Mas” kata Adit. Rasa sesal terang sekali di wajahnya. Lama mengonsumsi narkoba menyebabkan mentalnya menjadi terganggu.

Hari-hari pertama tinggal di Panti ODGJ adalah hari-hari yang paling berat dirasakan Adit. Dia sudah terlanjur kecanduan narkoba dan di panti ini harus berpisah total dengan barang haram tersebut. Sakau membuatnya tersiksa lahir batin.

Narkoba, Penyebab Gangguan Jiwa Paling Umum di Kalangan Anak Muda

Apa yang dialami Adit turut diamini oleh Ustadz Ruslan, pengasuh Panti ODGJ Jalanan dan Telantar Amal Khair Yasmin. Menurutnya, gangguan kejiwaan di usia muda mayoritas ditimbulkan karena penyalahgunaan narkoba. “Sepanjang kami mengasuh pasien ODGJ yang masih muda kebanyakan karena mengonsumsi zat adiktif,” kata Ustadz Ruslan. Lebih lanjut dia memerincikan usia muda yang dimaksud adalah rentang usia antara 15 tahun hingga 20 an tahun. Sebuah fase kehidupan di mana seseorang mulai dianggap memasuki usia produktif.

Kesempatan emas membangun pondasi masa depan akan sirna jika seseorang mulai mencicipi narkoba. Padahal, pada masa produktif itu individu akan menghadapi keputusan-keputusan penting dalam hidup, seperti karir, melanjutkan pendidikan, atau bahkan memutuskan untuk berumah tangga.

Sementara itu para pecandu akan terus berkutat dengan narkoba. Jika dikonsumsi dalam jangka waktu lama akan meningkatkan resiko gangguan kejiwaan, seperti bipolar dan skizofrenia.

Obat-obatan terlarang tidak hanya menghancurkan masa depan seseorang, merusak tubuh, menyebabkan gangguan mental, bahkan bisa saja menjerumuskan seseorang untuk melakukan tindak kriminal.“Anak yang terjebak narkoba, hidupnya jadi tidak teratur, melawan orang tua, lama kelamaan jiwanya terganggu, terus jadi ODGJ,” jelas Ustadz Ruslan.

Jika sudah sakit mentalnya, dan disaat yang sama keluarga tidak siap dengan keadaan tersebut karena kurangnya pengetahuan dalam merawat, seringkali menjadi penyebab ODGJ ditelantarkan karena membahayakan kekuarga. Bahkan ada yang membiarkan menggelandang di jalanan.

Dan seandainya keluarga ada kesadaran untuk merahabilitasi, upaya penyembuhannya membutuhkan waktu yang lama. Juga katanya yang paling sulit disembuhkan karena kompleksitas penanganannya.

Masalah Rumah Tangga juga bisa Menjadi Penyebab Gangguan Jiwa

Bisa dibilang, problematika dalam rumah tangga kerap menjadi gerbang bagi datangnya mental illness pada seseorang. Depresi atau stres yang dipicu oleh tekanan ekonomi, komunikasi yang buruk atau hubungan yang tidak harmonis antar-pasangan, dapat memperburuk kesehatan jiwa.

Merujuk data Dinas Kesehatan Jawa Barat bahwa terjadi peningkatan jumlah penderita gangguan mental emosional (GME) setiap tahunnya. Dan masalah ekonomi menjadi pemicu utama gangguan jiwa khususnya di kalangan masyarakat miskin.“Faktor ekonomi menjadi kasus yang sering kami temui di lapangan. Ada yang karena tidak sanggup menanggung ekonomi keluarga, ada juga karena terlilit hutang,” jelas Ustadz Ruslan.

Bahkan ada kasus gara-gara kecanduan judol (judi online), seorang pria asal Bandung harus menerima nasib tragis. Mabuk judol membuat harta bendanya lenyap, keluarga menjadi berantakan, kemudian ditinggal anak-istri.

Setelah kehilangan semuanya, termasuk rumah dan keluarga, ia mengalami depresi dan stres berat. Kondisi psikis yang rapuh seperti ini pada akhirnya membuat pria tersebut terganggu jiwanya.

Peran Keluarga terhadap Penyembuhan ODGJ

Kita sepakat bahwa orang dengan gangguan kejiwaan atau yang lebih dikenal dengan ODGJ, bisa disembuhkan. Tapi untuk mengarah kesana dibutuhkan banyak support system .

Salah satu aspek esensial untuk penyembuhan gangguan kejiwaan adalah dukungan keluarga. Keluarga memiliki peranan penting karena merupakan individu-individu yang paling dekat dan mengerti dengan penderita. “Peranan keluarga atau orang terdekat itu perlu, seperti selalu mengingatkan untuk disiplin minum obat dan menyediakan lingkungan yang positif, dan terus bersabar memberi cinta kasih ” ujar Ustadz Ruslan.

Bentuk dukungan kepada penyintas gangguan mental bisa dilakukan dengan banyak cara. Bisa dimulai terlebih dahulu dari yang paling mudah, seperti memotivasi, memberi perhatian dan menunjukkan sikap penerimaan.

Keluarga harus legowo jika ada anggota keluarganya yang terkena gangguan jiwa. Dan harus melakukan tindakan-tindakan yang tepat kearah kesembuhan. Upaya selanjutnya yang perlu dilakukan adalah memfasilitasi pengobatan medis. Keluarga harus mengingatkan kapan harus kontrol rutin dan juga mengawasi jadwal minum obat.

Karena jika pasien melewatkan atau berhenti minum obat, maka resiko gejala gangguan jiwa bisa kambuh lagi. Dan bisa saja lebih parah dari sebelumnya.Itulah sebabnya peranan keluarga bagi penyembuhan penderita gangguan jiwa sangat krusial. Apapun bentuk pengobatan yang dilakukan pasien, jika tidak ada support dari keluarga maka akan sia-sia.

“Karena sering terjadi, pasien kita sudah sembuh, kemudian kembali ke keluarga. Tapi ketika di rumah, obatnya nggak dikontrol, lingkungannya nggak dijaga, akhirnya kambuh lagi, dibawa kesini lagi,” pungkas Ustadz Ruslan.

Mohamad Badrus Zaman (Kontributor)