Yunia Faizah Arsy, namanya. Anda cukup memanggilnya Faizah. Terlahir dari keluarga berekonomi pas-pasan, Faizah tak pernah takut bermimpi. “Mimpi itu gratis,” kata Faizah, “Dan saya bermimpi menjadi sarjana yang hebat. Saya ingin jadi doktor, S-3 bidang kimia.”
Mimpi Faizah, gadis kecil yang lahir 3 Juni 1992 lalu itu, sering diuatarakan kepada ibunya, Sholihah. Merasa dirinya tak mampu secara ekonomi untuk mewujudkan mimpi anak perempuannya itu, Sholihah hanya bisa memberikan harapan kepada Faizah. Memberi harapan itu juga gratis, bukan? Sholihah tak pernah membunuh impian Faizah.
Lulus Madrasah Ibtidaiyah, Faizah daftar di salah satu SMPN Depok. Ternyata gagal. Entah kenapa gagal, padahal Faizah terkenal pandai waktu sekolah di madrasah . Mungkin karena anak kampung dari keluarga miskin? Atau memang kurang beruntung ketika mengikuti tes masuk? Seandainya saja Faizah tinggal di negara Finlandia, niscaya tak akan pernah menghadapi problem tak diterima masuk SMPN itu. Semua anak lulusan SD dari mana pun, dengan nilai rapor berapa pun, pasti diterima. Di Finlandia, tak ada tes masuk. Tak ada beda kualitas antara sekolah negeri dan swasta. Semua anak di negeri itu dianggap pandai.
Tapi Faizah hidup di Indonesia. Dia shock. Kaget. Kenapa tak diterima masuk SMPN di Depok. Dalam kondisi bimbang dan sedih seperti itulah, Bpak Ir. Iswoyo – salah seorang manajer pendidikan di Yayasan Amal Khair, Yasmin – memberitahu Ibu Sholihah bahwa Yasmin baru saja mendirikan sekolah SMP Utama yang menerima murid dari keluarga tak berpunya dengan biaya gratis total. Tak banyak pikir, Sholihah pun langsung memberi tahu anaknya, Fauzia, bahwa SMP Utama Depok memberikan beasiswa penuh kepada siswa-siswinya. Semula Fauzia ragu-ragu, apakah sekolah ini bermutu atau tidak. Maklum saat itu, SMP Utama baru mempunyai dua ruang kelas. Satu ruang guru. Satu lagi ruang belajar. Meski demikian, jelas Iswoyo, SMP Utama dirancang untuk menjadi sekolah unggulan dan berkualitas.
Setelah mempertimbangkannya dari berbagai sisi, akhirnya Fauzia mau mendaftar di SMP Utama. Ia pun diterima. Keraguan atas kualitas SMP Utama yang semula menggelayuti pikiran Fauzia, begitu mulai belajar langsung sirna. “Sekolahnya bersih, gurunya muda-muda, kreatif, dan menyenangkan,” tutur Fauzia. Apalagi selama belajar guru memutar musik klasik sehingga suasananya nyaman.
Musik klasik, kata Ir. Iswoyo, memang sengaja diputar selama masa pelajaran berlangsung karena berdasarkan penelitian, musik klasik bisa menimbulkan ketenangan belajar dan merangsang kecerdasan otak anak-anak. Hal ini pun diakui Fauzia. Dengan mendengarkan musik klasik ketika belajar, suasana menjadi tenang dan belajar pun menyenangkan.
Pilihan Fauzia masuk SMP Utama ternyata tepat. Tak terasa, dia pun sudah kelas tiga. Terus mau kemana selulus dari SMP Utama? Lagi-lagi kesempatan datang lagi. Pak Iswoyo memberitahu kalau SMA elit Lazuardi di Depok menerima dua orang alumni SMP Utama dengan beasiswa. Fauzia pun mendaftar, ikut tes, dan diterima.
Pertama masuk SMA Lazuardi, Fauzia merasa kikuk. Maklum, mobil-mobil mewah milik orang tua murid hilir mudik di halaman SMA ini mengantar siswa-siswi sekolah mahal tersebut. SMA Lazuardi memang SMA khusus yang dirancang dengan sistem pendidikan Islam modern. SMA ini dikenal sebagai Global Isamic School karena siswanya, di samping mendapat pelajaran sekolah sesuai standar nasional, juga mendapat tambahan pelajaran agama Islam secara konprehensif. Harapannya, kata Dr. Haidar Bagir, pendiri SMA Lazuardi, lulusan sekolah ini menjadi insan kamil yang menguasai ilmu pengetahuan umum dan agama Islam sekaligus.
Fauzia merasa betah di SMA Lazuardi. Ia senang karena di sekolah ini banyak menerima tambahan pendidikan non-kurikulum seperti latihan diskusi, seminar, debat, menyampaikan pendapat, dan lain-lain. Banyak sekali ekskul di sekolah ini yang sangat bermanfaat untuk menunjang masa depan saya, kata Fauzia. Semua itu menambah semangat belajar Fauzia. Prestasi belajarnya pun naik sehingga Fauzia terpilih menjadi wakil SMA Lazuardi untuk mengikuti Olimpiade Kimia di IPB, Bogor.
Rasa kikuk Fauzia setelah mulai belajar di SMA Lazuardi mulai lenyap. Ia merasa teman-temannya yang anak orang kaya bersikap sopan, tidak sombong, dan mau bergaul dengannya secara tulus. Murid-murid di SMA Lazuardi sangat kompak dan saling membantu, tak melihat latar belakang orang tua, kata Fauzia. Hal ini terasa ketika kelas tiga menjelang ujian nasional.
“Saya tak ikut les mata pelajaran karena tak ada dana. Tapi teman-teman meminjamkan buku-buku latihan soal yang diperoleh dari tempat les. Bahkan memberitahu saya apa-apa saja yang diperoleh dari les,” ungkap Fauzia yang bangga dengan kebaikan teman-temannya. Merasakan kebaikan teman-temannya yang anak orang kaya tersebut, Fauzia pun makin semangat belajar. Meski tidak ikut les, Fauzia bisa mengikuti perkembangan pelajaran dan menjawab soal-soal yang biasanya muncul dalam ujian nasional. Dan itu terbukti, ketika ujian nasional berlangsung, Fauzia merasa bisa menjawab semua soal. Hasilnya, Fauzia pun lulus UN dengan memuaskan.
Lalu, kemana setelah UN? Fauzia yang cerdik ini, ternyata sudah mendaftar masuk IPB melalui jalur Penelusuran Minat Dan Kemampuan (PMDK). Ia pun diterima IPB, tahun 2009, Jurusan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Awalnya saya ragu apakah saya bisa menempuh kuliah di fakultas perikanan dan ilmu kelautan, kata Fauzia, karena saya mendaftar PMDK untuk jurusan kimia dan gizi, pelajaran yang saya senangi di SMA.
Fauzia sempat bimbang diterima PMDK yang tak sesuai minat saya. Kemudian ia konsultasi dengan Ibu Alwiyah Bagir, direktur SMA Lazuardi. Setelah mendapat saran dan berbagai pertimbangan, akhirnya Fauzia memutuskan melanjutkan kuliah di IPB di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan jurusan Sumberdaya Perikanan tersebut.
“Ternyata kuliah di IPB menyenangkan. Saya akhirnya menyukai kuliah di fakultas perikanan dan ilmu kelautan tersebut. Untuk biaya kuliah, saya menerima beasiswa PMDK dan bantuan-bantuan donatur lain. Saya pun lulus dengan nilai yang cukup baik,” uangkapnya. Sebelum wisuda, Fauzia mendaftar kulia S-2 di Universitas Indonesia program Magister Kebijakan Perencanaan dan Kebijakan Publik. Ia lulus tes dan kuliah S-2 di UI dengan jurusan tersebut.
Lagi-lagi keberuntungan berpihak kepada Fauzia. Selagi menyusun tesis S-2, ia melamar menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2015. Ternyata diterima. Fauzia pun kini menjadi PNS. Sekarang istilahnya, aparatur sipil negara (ASN). Meski sudah menjadi ASN, cita-cita Fauzia untuk meraih gelar akademi tertinggi tidak surut. “Saya ingin melanjutkan S-3 agar mendapat gelar doktor,” harap Fauzia.
Kini masa depan Fauzia yang gemilang sudah di depan mata. Mimpi-mimpinya yang dulu mulai menampak jadi kenyataan.
“Saya berterima kasih kepada guru-guru di SMP Utama dan SMA Lazuardi yang membimbing saya sehingga bisa meraih cita-cita saya,” ucap Fauzia. Kepada ibu saya, Sholihah yang tidak habis-habisnya memberikan kasih sayang dan bimbingan dengan segala keterbatasannya, saya menyampaikan terimakasih dan penghargaan sedalam-dalamnya. Tanpa mereka, Fauzia tak ada apa-apanya.