Namanya keren: Abu Hanifah. Nama seorang imam mazhab yang pengikutnya kebanyakan tinggal di Pakistan, India, dan Asia Tengah. Tapi bagi Abu Hanifah yang ini, nama keren itu.. mungkin cermin dari keinginan orang tuanya agar kelak sang anak menjadi orang seperti imam mazhab tersebut.
Lalu, mungkinkah orang tua Abu Hanifah yang miskin itu mampu menyekolahkan anaknya hingga menjadi seorang ulama yang hebat? Secara personal, mungkin sulit. Tapi ada cara lain untuk bisa menyekolahkan anak itu hingga pendidikan tertinggi. Yaitu dengan mencari orang tua asuh.
Itulah yang dialami Abu Hanifah. Hanifah selama ini tinggal bersama neneknya di sebuah desa kecil di Malang. Maklum ibunya yang hidup sendiri (single parent) sangat sibuk karena bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Jakarta. Ibunya tak mungkin membawa Hanifah ke Jakarta, sementara neneknya yang tua juga tak mungkin bisa bolak-balik mengantarkan cucunya ke sekolah. Penghasilan ibunya sebagai pembantu rumah tangga juga tak mencukupi untuk membiayai anaknya.
Dalam kondisi inilah, datang Ummi Dinda, yang berminat menjadi orang tua asuh Hanafi. Padahal Ummi Dinda sudah punya anak sendiri dan bukan orang kaya. Lagi pula di samping mengasuh anak-anaknya, Ummi Dinda juga sudah punya banyak anak asuh. Tapi kenapa Ummi tetap mau mengambil Hanafi sebagai anak asuhnya yang kesekian? “Menyenangkan,” kata Ummi. Menjadi orang tua asuh itu menyenangkan. Ada rasa bahagia di dalam hati, ucapnya.
Bagi Ummi, Hanafi bukan hanya sekadar anak SD dari keluarga tidak mampu yang tinggal di pelosok desa, tapi juga sebagai sarana pembelajaran menjadi orang tua yang ingin membangun keluarga besar. Semangat berbagi inilah landasan dalam membangun keluarga bahagia, ujarnya.
Menjadi orang tua asuh sebenarnya bukan hanya suatu kewajiban sosial tapi juga merupakan kebanggaan bagi si orang tua asuh, terlebih bila anak asuhnya berhasil. Meski demikian, ada pula ujiannya, yaitu bila anak yang diasuhnya tumbuh menjadi anak yang tidak sesuai keinginannya. Di sinilah ujian untuk orang tua asuh. Jika orang tua asuh itu hatinya sudah ikhlas menerima apa adanya, apa pun yang terjadi pada anak asuhnya, ia tetap bahagia.
Bagi orang Islam, menjadi orang tua asuh ini ibarat memelihara anak yatim. Nabi Muhammad menyatakan, rumah yang ada anak yatimnya akn diberi keberkahan oleh Allah. Rumah tangga yang di dalamnya ada anak yatim, Allah akan memberinya ketenteraman dan kebahagian. Memang anak asuh belum tentu anak yatim, tapi pada taraf tertentu, status dan kehidupannya identik dengan anak yatim. Apalagi jika dia anak yatim beneran.
Sebentar lagi, penerimaan siswa baru sekolah mulai SD, SMP, dan SMA akan dibuka. Saat itu, niscaya tidak semua orang tua mampu menyekolahkan anaknya. Bila anda, bapak dan ibu, punya klebihan harta, cobalah menjadi orang tua asuh. Caranya bisa secara personal dengan konsultasi melalui sekolah atau rukun warga setempat, atau melalui organisasi yang mengelola orang tua asuh.
Saat ini cukup banyak gerakan orang tua asuh yang dikelola dengan sistem yang baik dan terorganisir diantaranya adalah Yayasan Amal Khair Yasmin. Jangan biarkan anak-anak Indonesia putus sekolah! Hanya melalui pendidikan, harkat orang-orang miskin dan terlantar akan terangkat. Menjadi orang tua asuh untuk mereka adalah solusinya.