Pendidikan adalah hak setiap orang. Tapi sayang, untuk menuntut hak itu, tidak mudah. Maklumlah pendidikan itu mahal. Karena mahal seharusya negara memberikan pendidikan gratis sepanjang dibutuhkan oleh warganya. Tapi apa daya! Jangankan gratis, pendidikan murah pun sulit terlaksana.
Pasal 31 UUD 45 memang sudah mengamanatkan negara untuk memberikan dan membiayai pendidikan secara penuh (gratis) kepada warga negara. Tapi sayang, alih-alih memberikan hak-hak pendidikan kepada warga negara, sebagian oknum pejabat negara dan birokrat malah memanfaatkan dunia pendidikan untuk mencari uang, alias korupsi.
Banyak voluntir pendidikan gratis yang mengeluh karena dipalak birokrat untuk mengurus lembaga pendidikannya. Birokrasi yang seharusnya membantu proses perizinan penyelenggaraan pendidikan gratis, malah mempersulitnya. Tapi jika dalam berkas permohonan izin itu ada amplop, maka izinnya cepat keluar. Ini bukan candaan, tapi kenyataan.
Mendikbud Anies Baswedan mengakui, pemerintah kesulitan dana untuk menyelenggarakan pendidikan gratis di daerah-daerah terpencil. Jika pun terselenggara, prosentasenya kecil sekali. Padahal kebutuhan pendidikan gratis sangat sangat besar. Tak usah jauh-jauh di pelosok Papua sana. Di pelosok-pelosok Jakarta dan Jawa Barat saja masih banyak kampung yang belum terjangkau pendidikan formal. Di kampung-kampung seperti itu seharusnya pemerintah menyelenggarakan pendidikan gratis. Tapi faktanya?
Justru lembaga sosial dan amal nonpemerintah yang peduli terhadap pendidikan gratis. Sebut saja, Yayasan Dompet Dhuafa di Jakarta dan Yayasan Amal Khair Yasmin di Tangerang. Keduanya menyelenggarakan pendidikan gratis di mana-mana dengan mencari donatur dari masyarakat. Yasmin bahkan harus berjualan barang-barang bekas untuk menutupi kebutuhan dana pendidikan gratis yang dikelolanya.
Di Hari Pahlawan ini, kita menyadari, Indonesia masih sangat membutuhkan pejuang pendidikan gratis. Pemerintah seharusnya menyadari kondisi ini. Apalagi terselenggaranya pendidikan gratis merupakan amanat UUD 45. Mungkin benar pernyataan Mendikbud bahwa pemerintah kurang dana untuk menyelenggarakan pendidikan gratis. Tapi pasti pemerintah punya strategi untuk menutupi kekurangan dana tersebut. Selama ini banyak alokasi anggaran pemerintah yang kurang tepat yang nilainya milyaran bahkan trilyunan rupiah. Misalnya, anggaran promosi, sosialisasi, pakaian dinas, honor pejabat, seminar, peningkatan kapasitas, dan lain-lain yang sesungguhnya bisa dilakukan dengan mengefisienkan kinerja birokrasi. Hasil efisiensi itu bisa dipakai untuk penyelenggraan pendidikan gratis.
Contoh, biaya kendaraan dinas pejabat tiap tahun yang terus membengkak. Apakah kendaraan-kendaraan itu harus ganti tiap tahun? Bukankah lebih efisien bila dikelola oleh perusahaan rental sehingga pemerintah tidak harus membeli mobil mewah yang harganya milyaran rupiah untuk pejabat? Bukankah pejabat bisa naik taksi mewah untuk keperluan perjalanannya? Bukan apa-apa. Jika mobil-mobil mewah itu dibawa ke rumah pejabat karena menjadi hak jabatannya, pasti ada penyelewengan. Jika hari libur, mobil jabatan dipakai keluarganya untuk urusan pribadi. Jadinya mobil cepat rusak. Bahkan mungkin tabrakan seperti mobil dinasnya Ketua DPR, Setya Novanto. Padahal bila pakai mobil sewaan atau taksi, mobil tersebut hanya melayani pejabat sebatas keperluan pekerjaannya. Jadi jelas lebih efisien. Pemerintah bisa menghemat. Selanjutnya, hasil efisiensi dana itu bisa dipakai untuk membiayai pendidikan gratis.
Tiap bulan, Amal Khair Yasmin sebagai yayasan penyelenggara pendidikan gratis (mulai TK, SMP, SMA, SMK, dan anak-anak autis) membutuhkan dana yang sangat besar. Dan Alhamdulillah, Yasmin punya beberapa toko Barbeku (barang-barang bekas berkualitas) yang seluruh keuntungnya dipakai untuk membiayai pendidikan gratis tersebut. Di samping itu, Yasmin juga mendapat bantuan dari donatur untuk membiayai program peningkatan sosial dan pendidikan gratis orang-orang dhuafa.
“Memang untuk membiayai program sosial dan pendidkan gratis butuh dana besar. Tiap bulan pengurus Yayasan dituntut untuk memunuhi kebutuhan dana tersebut,” kata Mujtahidin, manager fund raising Yasmin di Tangerang. Apalagi pendidikan gratis di Yasmin harus terjaga kualitasnya. “Jangan mentang-mentang gratis, lalu kualitasnya asal-asalan,” tambah Mujtahidin.
Nah, di Hari Pahlawan ini, mari kita introspeksi, apa strategi perjuangan kita untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara adil makmur? Jawabnya: benahi pendidikan. Berikan hak-hak pendidikan terhadap warga negara sebaik mungkin. Anak-anak miskin di kampung harus memperoleh hak pendidikan yang sama kualitasnya dengan anak-anak kaya di kota. Jika itu terjadi, niscaya Indonesia ke depan makin cerah dan berkualitas. Indonesia masih butuh banyak pahlawan pendidikan!