Rabu 7 Desember 2016 (7/12/016), Indonesia kembali dikejutkan dengan gempa bumi. Kali ini, seperti mengulang peristiwa gempa dahsyat 26 Desember 2004 (26/12/2004) yang menewaskan 200.000 orang, gempa itu kembali mengguncang Aceh. Kabupaten Pidie Jaya, adalah daerah yang paling parah terguncang gempa berkekuatan 6,5 Skala Richter tersebut. Sekitar 10.000 orang lebih di Pidie Jaya menderita kekurangan pangan dan air bersih akibat gempa itu. Sedangkan korban tewas mencapai 100 jiwa lebih. Ribuan bangunan seperti rumah, mushala, sekolah, rumah sakit, dan fasilitas umum lain roboh.
Indonesia adalah negara yang rawan gempa. Negeri kepulauan ini terletak di jalur pertemuan tiga lempeng dunia, yaitu lempeng Indo Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Asia Pasifik. Hal ini mengakibatkan posisi Indonesia menjadi begitu rawan terhadap gempa. Peristiwa demi peristiwa gempa bumi yang banyak terjadi bukanlah hal yang asing bagi kita. Gempa bumi adalah suatu peristiwa pelepasan energi gelombang seismik yang terjadi secara tiba-tiba. Pelepasan energi ini diakibatkan karena adanya deformasi lempeng tektonik yang terjadi pada kerak bumi.
Gempa yang terjadi selalu diiringi dengan berbagai kerusakan fasilitas umum, harta benda, bahkan nyawa sekaligus. Selain itu, gempa juga dapat membawa trauma yang mendalam bagi siapa saja yang mengalaminya. Korban paling rentan ketika menghadapi gempa adalah orang miskin, orang tua, wanita, dan anak-anak. Gempa bumi memang sulit diprediksi kapan akan terjadi. Yang bisa kita lakukan adalah menafsirkan indikasi gempa sebelum kejadian datang. Indikasi ini dapat diketahui melalui sistem peringatan dini atau “early warning sistem”. Melalui indikasi ini, paling tidak kita telah mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan terburuk. Dengan mengetahui indikasinya pula kita akan bijak menentukan bagaimana cara menghadapinya.
Salah satu lembaga yang diharapkan dapat memberi sumbangsih besar terhadap mitigasi bencana gempa bumi adalah lembaga pendidikan, dalam hal ini sekolah. Sekolah merupakan lembaga yang strategis untuk menjadi wadah peningkatan pemahaman tentang mitigasi bencana gempa bumi. Oleh karena itu sekolah harus berperan aktif dalam upaya menanggulangi bencana gempa bumi ini. Beberapa cara yang bisa dilakukan di lingkungan sekolah adalah:
Pertama, memasukkan pendidikan bencana gempa bumi dalam pelajaran sekolah. Misalnya dalam materi bentuk muka bumi pada pelajaran IPS, guru bisa menambah informasi kepada anak didik dengan mengidentifikasi daerah mana saja yang rawan gempa. Aceh, Jogjakarta, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur adalah diantara wilayah yang sering terjadi gempa vulkanik atau gempa runtuhan. Penyebab gempa bumi vulkanik adalah persentuhan magma dengan dinding-dinding gunung api yang disertai tekanan gas tinggi sehingga menimbulkan ledakan. Penyebab lainnya adalah perpindahan mendadak dari magma di dalam dapur magma (Katili, 1963: 253).
Kedua, melakukan pelatihan tanggap bencana. Pelatihan ini jarang didengar apalagi diterapkan di sekolah. Padahal memiliki peran penting. Jika para petugas kebakaran sering melakukan simulasi penanganan kebakaran dan polisi pun melakukan simulasi menangani demonstran, sudah saatnya sekolah melakukan pelatihan menghadapi bencana. Hal ini penting dilakukan agar warga sekolah terbiasa menghadapi bencana yang sewaktu-waktu terjadi. Sekolah bisa menggandeng Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk memberi pelatihan kepada warga sekolah. Bentuk pelatihan ini tidak sebatas bagaimana menyelamatkan diri saat gempa terjadi dan bagaimana rekonstruksi setelahnya tapi juga bisa ditambah dengan pelatihan membaca tanda-tanda akan terjadinya gempa. Diantara tanda itu adalah; (a) memperhatikan hewan-hewan. Insting hewan tajam, jika akan ada gempa mereka memperlihatkan perilaku aneh, gelisah atau tiba-tiba menghilang. (b) air tanah tiba-tiba surut tidak seperti biasanya. (c) mengecek medan elektromagnetis, misalnya dengan mengecek suara televisi. Jika ada suara kurang jelas atau brebet itu artinya ada tanda-tanda gempa bumi. (d) memperhatikan langit. Ini adalah cara yang relatif mudah dibanding lainnya. Jika di langit ada awan seperti angin tornado atau pohon itu menandakan akan ada gempa bumi.
Ketiga, Membuat jalur evakuasi. Jalur ini semacam denah yang menunjukkan jalan mana yang harus dituju ketika bencana terjadi dan dilengkapi tempat yang aman untuk berkumpul. Pembuatan jalur ini perlu diikuti penyuluhan bagi seluruh warga sekolah agar mereka bisa menyelamatkan diri atau keluar secara aman, tidak berebut, dan tidak panik saat menggunakan tangga darurat. Karena dari jumlah korban gempa bumi, tidak sedikit dari mereka yang meninggal bukan karena tertimpa runtuhan bangunan tapi karena panik saat menyelamatkan diri sehingga terinjak-injak. Jalur ini bisa dipasang pada kelas dan tempat-tempat yang strategis agar semua warga sekolah bisa melihatnya.
Dengan adanya peran aktif sekolah dalam pendidikan mitigasi gempa bumi diharapkan wawasan kegempaan akan bertambah sehingga korban bencana bisa diminimalisasi.