Dimalam hari, ia mendengarkan kata-kata ibunya yang berdiri menghadap kiblat disudut kamarnya. Dengan penuh perhatian, ia mengamati ibunya shalat; bersujud,ruku’,duduk, pada Jum’at malam itu. Ia masih kanak-kanak; ia melihat dan mendegarkan ibunya berdoa untuk seluruh Muslim,pria dan wanita, menyebur nama-nama mereka dan meminta agar Allah menganugerahkan rezeki, kebahagiaan,dan rahmat pada mereka . dengan saksama ia mendengarkan, apakah ibunya menyebut dan meminta sesuatu dari Allah untuk dirinya sendiri.
Anak itu adalah Imam Hasan yang terjaga hingga pagi,tak melepaskan tatapannya dari sang ibu , Siti Fatimah.
Ia menanti-nanti, apakah ibunya akan berdoa untuk dirinya sendiri dan apa yang akan dimintanya dari Allaw Swt.
Fajar pun menyingsing dan malam berlalu dengan shalat dan permohonan bagi orang lain,namun Imam Hasan a.s. tak mendengar sepatah kata pun dari doa sang ibu, yang ditunjukan untuk dirinya sendiri.
Di pagi itu ia bertanya,”Ibu ! Semalam aku mendegar doa disepanjang shalatmu. Ibu berdoa untuk orang lain dan tidak meminta sama sekali untuk diri sendiri?”
Ibunya yang penuh kasih menjawab, “ Anakku sayang, pertama adalah tetangga ,baru rumah kita.”
Tali cinta manusia dengan manusia lainnya dalam Islam diungkapkan dengan istilah silaturahim. Ungkapan silaturahim adalah kata mejemuk yang terambil dari kata shilah dan rahim. Kata shilah berakar dari kata yang berarti menyambung dan menghimpun. Ini berarti bahwa hanya yang putus dan terseraklah yang dituju oleh kata shilah. Sedangkan kata rahim pada mulanya berarti kasih sayang, kemudian berkembang sehingga berarti pula peranakan (kandungan) karena anak yang dikandung selalu mendapatkan curahan kasih sayang.
Terkait dengan ini Rasullulah Saw. Bersabda,” Allah Azza wa Jalla berfirman,’Aku Al-Rahim ( yang maha pengasih),aku telah menciptakan rahim yang aku ambilkan dari nama-Ku. Barangsiapa menjalin hubungan silaturahim, aku akan menyambung hubungan dengannya, dan barangsiapa memutuskan hubungan silaturahim,aku akan putuskan hubungan dengannya.”
Pernah pula dikisahkan bahwa pada suatu kesempatan seorang Arab Badui menghadang Nabi Saw. Ditengah salah satu perjalanannya, lalu berkata, “ Ceritakanlah kepadaku hal-hal yang mendekatkan aku ke surga dan menjauhkan aku dari neraka.’ Nabi Saw. Menjawab, “ Sembahlah Allah dan janganlah engkau menyekutukan-Nya dengan apapun, didirikan shalat, bayarlah zakat, dan sambunglah silaturahim.”(HR Al-Bukhari dan Muslim)
Begitu pentingnya silaturahim ini sehingga didalam kitab suci-Nya Dia berfirman:
Orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa ( silaturahim) yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusukan dimuka bumi, mereka itulah orang-orang yang rugi. (QS Al-Baqarah[2]:27)
Silaturahim sering dipahami sebagai menjaga atau memelihara relasi yang baik, bahkan sekedar saling kunjung-mengunjungi atau menjalin komunikasi dengan berbagai macam cara. Makna silaturahim sesungguhnya jauh lebih luas dari itu. Silaturahim bermakna semua upaya untuk berbuat baik-beramal salih-kepada orang. Silaturahim adalah semua perbuatan yang kita lakukan untuk membahagiakan orang, khususnya membantu melepaskan orang-orang dari beban-beban yang menyengsarakan mereka. Dan ini pun tak hanya terbatas pada keluarga atau kaum-kerabat. Meski islam menekankan agar kita mendahulukan kerabat dan kaum keluarga, silaturahim tidak berhenti sampai di situ saja. Perbuatan baik dalam kerangka silaturahim ini harus meluas kepada manusia seluruhnya, bahkan segenap unsur alam semesta.
“Apakah Islam yang paling baik itu?” Suatu kali Nabi Saw. Ditanya.Nabi Saw.menjawab, “Islam yang paling baik adalah memberi makan orang yg lapar dan menerbakan kedamaian ditengah-tengah orang-orang yang kau kenal maupunyang asing.” Sedemikian pentingnya silaturahim seperti ini sehingga , di suatu kesempatan, Nabi Mengajarkan pada kita :
“Berjalan bersama orang yang memiliki hajat(keperluan atau kesulitan, dan berusaha membantunya)lebih aku sukai ketimbang shalat 1.000 raka’at di masjidku, dibulan Ramadhan
Pada gilirannya, menjalin tali silaturahim dalam wujud amal-amal saleh yang membantu memecahkan kesulitan manusia seperti ini justru dapat terus memperkuat jalinan kasih sayang di antara manusia.
Bagi orang yang beriman dan beramal saleh yang maharahim akan menanamkan di hati mereka kasih sayang. (QS Maryam [19]:96)
Pernah pula suatu kali Allah Swt. bertanya kepada Nabi Musa a.s. , “ Wahai Musa , mana ibadahmu untuk-Ku?”Nabi Musa a.s. menjawab,” Sesungguhnya ibadahku adalah untuk-Mu ya Allah!”.”Tidak,wahai Musa!”Allah Swt. menjawab,” Sesungguhnya ibadah-ibadahmu itu adalah untukmu sendiri.” Musa a.s. bertanya,”Lalu, apakah ibadahku untuk-Mu,ya Allah?” Allah menjawab, “ memasukkan rasa bahagia ke dalam diri orang yang hancur hatinya.”
Suatu kali sahabat mendengar Nabi Muhammad Saw. Bersabda, “Orang-orang yang paling mencinta karena mengakui kebesaran-Nya, hidupnya akan penuh cahaya,sehingga bahkan para Nabi dan syuhada iri kepadanya.”Memang,”Tak akan masuk surga..,kecuali kalian saling mencinta,”begitu dinasihatkannya.
Suatu kali sahabat mendengar Nabi Saw. Kepada sahabat yang dijadikannya Gbernur Mesir,Malik Al-Asytar,Imam ‘Ali menyatakan,” Insyafkan hatimu agar selalu memperlakukan rakyatmu dengan kasih sayang, cinta , dan kelembutan hati. Jangan kau jadikann dirimu laksana binatang buas lalu menjadikan mereka sebagai mangsamu. Mereka itu ( apu pun keyakinan agamanya) sesungguhnya hanya satu diantara dua: saudaramu dalam agama atau makhluk Tuhan sepertimu.”
Memang cinta dan kasih sayang identik dengan dorongan untuk selalu memberi, bukan menuntut. Mencintai adalah sebuah prinsip menempatkan kebutuhan dan kepentingan kita dibawah (atau setelah) kebutuhan dan kepentingan orang yang kita cintai,kira rela mengesampingkan kebutuhan dan kepentingan kita demi terpenuhinya kebutuhan dan kepentingan orang yang kita cintai. Inilah filosofi dasar cinta dan kasih sayang. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
Dan mereka mengutamakan (orang lain) atas diri mereka sendiri memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, merekalah orang-orang yang beruntung.(QS Al-Hasyr[59]:9)
Dengan memberi dan berbuat baik pada manusia, kita pun akan mendapatkan cinta-Nya. Nabi Saw. Bersabda,” Sesungguhnya umat manusia adalah kerabat Allah. Maka barangsiapa mencintai Allah,dia akan mencintai kerabat-Nya.”
Akhirnya, dalam kesempatan lain, Nabi Saw, bersabda:
“Aku melihat sebuah hubungan persaudaraan yang menggantung di ‘Arsy (Singgasana Allah),mengeluh dihadapan Allah mengenai seseorang yang telah memutuskannya. Aku bertanya kepada Jibril;’Pada berapa generasi diatasnyakah mereka yang bertemu?”Jibril menjawab,’Tujuh Generasi.”
Kata “tujuh” dalam ungkapan bahasa Arab dipakai untuk menunjukkan sesuatu yang banyak. Dalam hadis ini ia dipakai untuk menunjukkan betapa kita perlu berbuat baik kepada semua orang, seberapa pun jauh ia dipisahkan dari kita dalam hubungan kekerabatan.[]